Nenek itu melepaskan Spini di pekarangan rumahnya. Tubuh Spini yang lemah itu diletakkannya di atas rerumputan yang lembut. Duh! Andai Nenek itu bisa mengerti. Spini ingin berteriak, “Terima kasih, Nek!”
Dengan tertatih-tatih Spini segera menemui Peri Bintang Biru.
“Apakah anak-anak itu mengagumimu, Spini?” tanya Peri Bintang Biru.
“Anak-anak itu memang sangat mengagumiku. Tetapi, kekaguman mereka itu justru membuatku sengsara, Peri. Karena ulah mereka aku nya habisan tenaga,” jawab Spini menyesal.
Spini menceritakan pengalamannya dengan berlinang air mata, “Aku menyesal telah bersikap sombong. Aku ini memang sangat tolol,” ujar Spini setengah terisak.
Peri Bintang Biru tercenung. la juga merasa bersalah. Karena keajaiban yang diberikannya nyaris membuat Spini celaka.
“Sekarang apa yang ingin kuperbuat untukmu, Spini?” tanya Peri.
“Aku ingin dikembalikan ke wujud asalku, Peri. Aku ingin jadi seekor laba-laba biasa. Setelah itu, aku ingin tinggal di hutan ini,” ucap Spini lirih.
“Baik. Permintaanmu itu akan segera kukabulkan!” tukas Peri Bintang Biru.
Peri yang baik hati itu kemudian membuat ramuan lagi. “Nah! Minumlah, Spini,” tuturnya lembut.
Spini segera meminum ramuan itu. Ternyata ramuan itu sangat mujarab.
Tak lama Spini telah kembali berubah jadi seekor laba-laba biasa. Sarang yang dipintalnya bukan sarang emas melainkan sarang biasa. Oh, betapa girangnya Spini “Terima kasih, Peri,” ucap Spini tulus.
Sejak itu Spini menjadi penghuni hutan kecil itu. Setiap matahari merekah di ufuk timur, ia selalu menyambut hari baru itu dengan wajah cerah.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Anita Ratnayanti.