Akhirnya saudagar Badu setuju. Diserahkannya barang kirimannya kepada detektif Polan.
Perhiasan itu ditaruh dalam kotak kecil. Detektif Polan menaruh kotak itu ke dalam keranjang
pikulan. Ditutupnya peti dengan jerami. Di atasnya ditaruhnya padi dan hasil kebun.
Pagi-pagi sekali Detektif Polan berangkat. Ia menyamar sebagai petani yang hendak menjual hasil kebunnya. Ia mengenakan caping untuk menutupi kepalanya dari sengatan matahari. Juga memakai baju hitam seperti yang biasa dipakai petani.
Jalannya cepat sekali. Menjelang senja ia sudah tiba di hutan kecil yang diapit dua pegunungan. Menurut Saudagar Badu, di sanalah biasanya kereta yang membawa barang kirimannya dirampok penjahat. Karena itu Detektif Polan mulai siaga. Matanya mengawasi keadaan sekitar.
Ia harus melewati sebuah jalan kecil sebelum sampai di hutan itu. Detektif Polan semakin waspada ketika dilihatnya di tengah jalan berdiri lima orang berwajah seram. Mereka kelihatannya sedang menunggu dengan wajah bosan. Rupanya mereka sudah menunggu sejak pagi. Mereka juga tampak lelah, lapar, dan haus.
Detektif Polan sengaja berhenti di dekat mereka. la menaruh keranjangnya di bawah sebuah pohon. Lalu mengeluarkan minuman dan bekalnya. Ia kemudian makan dan minum dengan nikmat.
Melihat itu kelima orang itu mendekat. “Boleh kami minta airmu?” tanya mereka.
“Ooo, silakan,” sahut Detektif Polan.
Ia mengeluarkan botol besar dari dalam keranjang pikulannya. Juga menawari mereka bekal yang dibawanya. Dengan sangat rakus mereka makan dan minum. Dalam sekejap makanan yang dibawa detektif Polan habis.
“Bapak-bapak ini rupanya lapar sekali, ya,” Detektif Polan sambil tersenyum.
“Ya. Kami sudah seharian menunggu di sini,” sahut mereka.