Kapten Wandi

By Sylvana Toemon, Senin, 12 Maret 2018 | 05:00 WIB
Kapten Wandi (Sylvana Toemon)

“Ups! Maaf, Pak Wandi,” ucap Rudi.

“Tidak apa-apa. Tinggal diambil, kok,” sahut Pak Wandi sambil merogoh kolong tempat duduk.

Rudi pun menunduk ingin membantu Pak Wandi. Sesaat kemudian Rudi tersentak. Tangannya merasakan ada air. Genangan air ternyata mulai masuk ke dalam mobil. Telepon genggam Pak Wandi pun terendam. Rudi cepat-cepat meraihnya dan menyerahkannya pada Pak Wandi. Telepon genggam itu dalam keadaan mati. Pak Wandi berusaha menyalakannya, namun gagal.

“Maaf, Pak Wandi,” sesal Rudi.

“Rudi, kamu bagaimana, sih, kurang hati-hati. Kita semua kan tidak ada yang membawa telepon genggam kalau sekolah. Kalau sudah begini, bagaimana bisa meminta bantuan?” tegur Runi.

“Tidak apa-apa. Pasti akan ada yang membantu kita. Kalian tenang saja, ya! Bagaimana kalau kalian mendengarkan Bapak mendongeng?” ujar Pak Wandi.

“Asyiiik…!” sambut Cantika yang sudah tidak menangis lagi.

Pak Wandi menceritakan banyak hal. Semua dongeng yang dia tahu sudah diceritakannya. Namun, bantuan belum juga datang. Pak Wandi kemudian menceritakan petualangan penjelajah lautan. Lalu, ia mengajak anak-anak untuk bermain penjelajah lautan. Mobil yang mogok sebagai kapalnya. Genangan air di luar sebagai lautnya. Pak Wandi sebagai kapten kapalnya.

Tok tok tok! Terdengar ketukan di bagian belakang saat mereka sedang asyik bermain. Anak-anak berteriak serentak karena terkejut. Sementara Pak Wandi membuka jendelanya lebar-lebar.

“Pak Wandi, ini kami!” terdengar seruan dari sebelah belakang.

“Syukurlah kalian sudah datang menjemput. Ayo, segera pindahkan teman-teman kecil kita ini,” ucap pak Wandi.

Satu per satu anak-anak itu dipindahkan ke perahu karet. Genangan air ternyata cukup tinggi. Kendaraan bermotor tidak bisa lewat di tempat itu. Harus menggunakan perahu karet untuk menjemput mereka.

 “Pak Wandi bagaimana?” tanya Rudi.

Anak-anak lain ikut gaduh menanyakan Pak Wandi. Kelima anak itu telah memenuhi perahu karet. Naura dan Runi menggeser duduknya supaya ada cukup tempat untuk Pak Wandi.

“Kapten adalah yang paling akhir meninggalkan kapal. Yang penting, kalian harus selamat dulu,” sahut Pak Wandi sambil melambaikan tangan.

Tak lama kemudian, datanglah perahu karet yang lain. Perahu itu menjemput Pak Wandi. Kelima anak itu sangat lega melihatnya. Mereka melambaikan tangan ke arah Pak Wandi dengan gembira. Sampai berjumpa kembali, Kapten Wandi.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.