Ciluuuk, Ba! Semprot!

By Sylvana Toemon, Senin, 16 April 2018 | 04:00 WIB
Rakyat Negeri Entah Apa dan Raksasa Bonteng (Sylvana Toemon)

Rakyat Negeri Entah Apa memiliki keanehan. Tidak seorang pun bertubuh sedang. Sebagian tinggi kurus seperti tiang dan sebagian lagi pendek bulat seperti bola. Ratu Kue Klepon bertubuh pendek montok, sedangkan Putri Mahkota Kue Semprong tinggi semampai. Perdana Menteri Tiang Jemuran jangkung kurus, sedangkan Panglima Onde-Onde Jamuran bulat gemuk.

Suatu hari, Pak Jem (kependekan dari Tiang Jemuran) dan Pak Jam (panggilan untuk Onde-onde Jamuran) terbirit-birit menghadap Ratu. Kamu tahu siapa yang tiba duluan? Bukan Pak Jem yang langkahnya panjang, melainkan Pak Jam! Soalnya dia menggelinding seperti bola, gara-gara tertendang Pak Jem yang berlari di belakangnya.

"Sri Ratu, hhh... Sri Ratu! Rakyat Negeri Tetangga berbondong-bondong mengungsi ke negara kita hhh..." kata Pak Jam terengah-engah.

"Raja Tetangga dibunuh Raksasa Bonteng!"

Ratu terkejut. Bonteng Bantat, Bonteng Bantet dan Bonteng Bantut adalah raksasa siluman dari Gunung Tatetut. Mereka sering mengganggu Negeri Tetangga. Rupanya kini ketiganya masuk ke Negeri Tetangga dan membunuh rajanya! Sebelum Ratu sempat menjawab, Pak Jem tiba dan melapor.

"Sri Ratu! Putra Mahkota dari Negeri Tetangga sebelah luka parah melawan Raksasa Bonteng bersaudara! Beliau dilarikan rakyatnya ke negara kita! Raksasa Bonteng mengirim utusan, meminta Putra diserahkan kepada mereka. Kalau tidak, mereka akan menyerang kita."

Ratu sebenarnya gentar, tapi berusaha tenang. "Rawat Putra Mahkota dengan baik," perintahnya.

"Tampung para pengungsi. Panggil semua menteri." Ratu mengemukakan masalah yang mereka hadapi kepada para menterinya.

"Serahkan saja Putra Mahkota, habis perkara," usul Menteri Kenyi Banget.

"Menyerahkan teman kepada musuh adalah perbuatan hina," kata Menteri Budi Luhur.

"Lo, daripada kita diserang dan rakyat jadi korban?" sanggah Menteri Kenyi.

"Raksasa Bonteng bukan makhluk yang bisa dipercaya," kata Menteri Nyali Gede. "Kalau kita menyerahkan Putra Mahkota, apakah kita tidak akan diganggu? Buktinya Raja Tetangga dibunuh walaupun sudah menuruti tuntutan mereka."