Ciluuuk, Ba! Semprot!

By Sylvana Toemon, Senin, 16 April 2018 | 04:00 WIB
Rakyat Negeri Entah Apa dan Raksasa Bonteng (Sylvana Toemon)

"Mana mungkin kita bisa mengalahkan mereka," sanggah Menteri Kenyi. "Biar cuma bertiga, tapi tinggi mereka empat kali kita. Sekali sepak saja hancur meriam-meriam kita."

"Biar kecil, otak kita cukup cerdas," kata Menteri Otak Encer. "Kita cari kelemahan mereka."

Di antara pengungsi, ditemukan seorang koki yang meloloskan diri ketika akan dibunuh oleh Bonteng Bantut. Raksasa itu marah karena koki membubuhkan sedikit garam ke masakannya. Padahal ia sudah berpesan pada koki untuk memasak tanpa garam sedikit pun. Bahkan semua garam di Negeri Tetangga disuruh buang ke laut.

"Sepertinya raksasa itu takut garam," kata Menteri Otak Encer.

Setelah berunding dengan para menterinya, Ratu memutuskan, Mereka tidak akan menyerahkan Putra Mahkota kepada Raksasa Bonteng. Mereka akan melawan kalau diserang. Garam dari seluruh negara dikumpulkan dekat perbatasan. Kereta-kereta pemadam kebakaran disiapkan berikut semua pompa dan penyemprot air yang paling kuat.

Raksasa Bonteng marah sekali karena Ratu Klepon menolak menyerahkan Putra Mahkota. Tanpa berpikir panjang lagi ketiganya menyerbu ke Negeri Entah Apa. Di perbatasan tahu-tahu mereka disemprot air... Prut! Prut! Prut!

"Ha! Ha! Ha!" mereka tertawa gelak-gelak. "Perang apa bercanda, nih? Dasar kerdil!" Mereka tidak peduli tubuh mereka basah kuyup dari pinggang ke bawah.

"Enak, nih! Panas-panas disemprot air!" kata Bonteng Bantat sambil menghantam dengan gada rumah-rumah penduduk yang dilaluinya. "Ayo siram juga dada dan kepalaku!"

Tiba-tiba terdengar komando Panglima Onde-onde Jamuran,

"Ciluuuk, ba! Semprot!" Dari permukaan tanah muncullah banyak selang air. Prut! Prut! Prut! Serrrrrrr!

Kini dada dan wajah ketiga raksasa itupun tersemprot air. Malah air masuk ke mulut Bonteng Bantet yang sedang tertawa. Glek-glekglek! Tertelan! Saat itulah raksasa itu terkejut. Air itu asin!

"Celaka! Air garam!" teriaknya. Dua saudaranya pun sadar bibir mereka terasa asin dan mata mereka pedih. Mereka mengamuk sejadi-jadinya. Selang air garam tiba-tiba menghilang ke dalam tanah, tetapi muncul di tempat lain. Prut! Prut! Prut! Serrrrrr! Kaki dan badan para raksasa terasa lemas. Mereka berlari ke kolam berair bening dan menceburkan diri ke dalamnya untuk melarutkan garam dari kulit mereka. Namun, o-oh! Air kolam itu pun asin bukan main! Mereka menggelepar-gelepar dan tidak lama kemudian ketiganya berubah menjadi.... coba terka, menjadi apa? Asinan mentimun raksasa yang peot-peot!

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Helen Ishwara.