“Di tembok?” tanya Rudi bingung.
“Sekarang sudah tidak ada lagi,” sahut Runi sambil mengerjapkan matanya.
“Ada apa? Ada apa? Runi, kamu baik-baik saja?” tanya Bu Dini yang keluar dari dalam rumah. Rupanya ia mendengar teriakan Runi. Di belakangnya ada Datuk yang berjalan tertatih-tatih.
“Aaaaa!” kali ini Runi dan Rudi kompak menjerit melihat bayangan besar yang ada di dinding. Bu Dini yang membelakangi tembok tidak dapat melihat bayangan itu.
“Hua ha ha ha!” terdengar Datuk tertawa keras.
Bu Dini bertambah bingung karena ada yang menjerit ngeri, ada juga yang tertawa.
“Ada apa ini?” tanya Bu Dini tegas.
Runi, Rudi, dan Datuk serempak menunjuk ke arah tembok. Di tembok putih itu ada bayangan besar yang bergerak-gerak makin lama makin tinggi. Bayangan raksasa yang memiliki sungut itu terlihat mengembangkan sayap, kemudian terbang. Runi dan Rudi kembali menjerit. Sementara Datuk kembali tertawa.
“Jangan takut. Itu cuma bayangan ngengat, kok,” hibur Bu Dini sambil memeluk kedua anaknya.
“Ngengat?” tanya Rudi sambil memandang ke lampu dekat tembok.
Ada ngengat yang hinggap di lampu itu. Bayangan raksasa itu ternyata bayangan ngengat. Setelah mengetahui hal itu, Rudi tidak takut lagi. Rudi pun ikut tertawa bersama Datuk. Perlahan-lahan Runi pun memahami, raksasa yang dilihatnya adalah bayangan ngengat. Bayangan itu bertambah besar saat sang ngengat membentangkan sayapnya. Kemudian Datuk mengajak mereka semua duduk di teras. Sambil menikmati jahe panas, Datuk bercerita tentang serangga-serangga yang suka mendatangi lampu.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.