“Kami akan mengabulkannya,” sahut biri-biri ungu.
Biri-biri nila mencium tangan Katum, “Sekali lagi, terima kasih banyak, Putri Katum.” Ketujuh biri-biri itu berlari ke luar kandang dan berlari terus sampai ke atas bukit. Di atas bukit, mereka lari berputar-putar berurutan, merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu, dan nila. Lalu mereka melompat tinggi ke langit dan menghilang.
Srriiiing! Secercah cahaya matahari mulai tampak. Hujan mulai mereda. Dan jauh di atas langit, melengkung dengan indahnya tujuh lengkungan warna, sesuai warna biri-biri Putri Katum. Karena itulah orang Bogor menyebut ‘pelangi’ dengan ‘katumbiri’. Biri-biri Putri Katum.
* * *
“Mama aaahhh… menyindir Nayla!” rajuk Nayla, mendengar cerita katumbiri karangan ibunya.
“Lo, kok, kamu merasa tersindir?” senyum ibu.
“Huh!” Nayla semakin cemberut. Namun, ia tahu pasti, dirinya, kan, seperti Putri Katum. Inginnya jadi putri yang permintaanya dituruti, dipuja, dan dipuji cantik oleh semua orang. Diam-diam Nayla berjanji. Kalau ada pilihan menjadi putri atau menolong orang, Nayla akan memilih menolong orang.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.