Butet dan Hari Kartini

By Sylvana Toemon, Sabtu, 21 April 2018 | 02:00 WIB
Butet dan Hari Kartini (Sylvana Toemon)

Tanggal 21 April nanti, ada Lomba Pakaian Daerah Anak-Anak di RW tempat Butet tinggal. Karena Butet tidak punya baju daerah, mamanya meminjam di tempat penyewaan baju daerah. Ketika Butet mencobanya… Wah! Pas dan cantiknyaa!!

Tanggal 21 April yang ditunggu-tunggu Butet, akhirnya tiba juga. Pagi-pagi mamanya sudah mengonde rambutnya lalu memakaikan Butet pakaian daerah. Kain, kebaya dan selembar ulos cantik.

Ketika lomba dimulai, jantung Butet berdegup kencang. Apalagi ketika Pak RW maju ke panggung mengumumkan nama-nama pemenang. Tetapi... Butet tertunduk kecewa ketika namanya tidak disebut.

Sesampainya di rumah, dicabutnya kondenya dengan kasar, sampai ia menjerit kesakitan sendiri. Ulosnya juga dilempar begitu saja ke lantai.

"Percuma!! Buat apa aku merayakan Hari Kartini kalau tidak menang!!" gerutunya kesal.

"Butet, Butet! Kau pikir hari Kartini itu cuma untuk lomba cantik-cantikan? Lomba berpakaian paling bagus?! Apakah kau tak tahu, apa yang dilakukan Ibu Kartini dulu?" tanya mamanya.

"Ibu Kartini itu dulu berusaha agar anak perempuan seperti kau bisa bersekolah, bisa membaca dan menjadi pintar! Tak pernah ia mengajar anak perempuan untuk bersaing cantik atau bagus-bagusan pakaian! Itu tidak penting! Yang penting adalah jujur, pintar dan mandiri!" pidato mama Butet panjaang, lebaar, sussaah.. dan berapi-api. Butet jadi geli sendiri melihat cara mamanya berpidato.

"Wah, hebat kali mamaku ini!" goda Butet sambil bertepuk tangan.

"Ah, bisa-bisanya kau ini!" mama Butet tersenyum malu.

"Ma, Butet juga, kan, sudah bisa mandiri! Mandi sendiri, kan?" celetuk Butet ngawur.

"Hush! Mandiri itu, ya, contohnya mamamu inilaah!!" ucap Mama, lalu mulai lagi bercerita panjaaang, lebaaar....

Sejak ayah Butet meninggal, mama Butet harus bekerja keras mencari uang sendiri. Ia menerima jahitan dan pesanan kue. Hasilnya untuk membiayai kehidupan mereka berdua dan sekolah Butet. Mama Butet berusaha untuk tidak pinjam uang sana-sini.

"Jadi, mandiri artinya tidak bergantung pada orang lain, ya, Ma?!" Butet menyimpulkan pidato mamanya.

"Pintar kau, Nak!" puji mama Butet sambil mengusap rambut anaknya. Butet kini mulai mengerti makna Hari Kartini. Ia bersyukur karena mempunyai ibu yang bersemangat Ibu Kartini. Butet tidak bisa membayangkan jika ibunya hanya pandai berdandan dan memakai pakaian bagus. Wah! Kacau kali, bah, jadinya!! Ia tentu tidak bisa bersekolah!!

Di Hari Kartini itu, Butet berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan berusaha belajar sebaik-baiknya agar menjadi anak perempuan yang pandai dan jujur. Ibu Kartini, kan, sudah cape-cape berjuang supaya anak perempuan juga bisa bersekolah. Butet tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang sudah tersedia itu. Kalau besar nanti, ia juga ingin seperti ibunya.. Menjadi wanitayang ehem..ehem.. mandiri! Terima kasih dan selamat ulang tahun, Ibu Kartini!!

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vanda Parengkuan.