Kue Dadar Lapis Madu

By Sylvana Toemon, Minggu, 20 Mei 2018 | 05:00 WIB
Kue dadar lapis madu (Sylvana Toemon)

Nenek Martha pun melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba ia merasa lelah, lalu duduk beristirahat di sebuah batang kayu di tepi jalan. Seorang anak kecil yang membawa ayam betina menghampirinya.

“Nek, ayamku baru saja bertelur. Maukah Nenek membeli telurnya? Aku perlu pensil baru untuk menulis di sekolah,” pinta anak itu.

Nenek Martha tersenyum.

“Kamu anak rajin. Tentu saja aku mau membantu, Nak.” Nenek Martha Memberikan beberapa keping uangnya.

“Terima kasih! Nenek sungguh baik hati.”

Sepeninggal anak itu, Nenek Martha termenung sambil menghitung sisa uangnya. “Semoga penjual kue mau memberikan seperempat potong kuenya yang kecil,” doa Nenek Martha.

Sebentar lagi Nenek Martha sampai ke toko kue. Tiba-tiba seorang gadis kecil menghentikannya.

“Nenek! Tolong aku, Nek!” kata gadis kecil itu sambil menarik-narik baju Nenek Martha.

Gadis kecil itu terisak. “Ibuku marah karena aku menghilangkan uang untuk membeli beras. Nek, maukah Nenek membeli mentegaku? Aku perlu uang untuk membeli beras.”

Nenek Martha memberikan seluruh kepingan uangnya yang tersisa. “Ah, biarlah aku tidak jadi makan kue dadar lapis madu. Yang penting, anak ini bisa membeli beras,” batin Nenek Martha.

Mata gadis itu berbinar-binar. Dia memeluk Nenek Martha dengan gembira. “Terima kasih! Tuhan pasti membalas kebaikan Nenek!”

Kini, uang Nenek Martha sudah habis. Padahal toko yang menjual kue dadar lapis madu kegemarannya sudah ada di depan matanya.