Kue Dadar Lapis Madu

By Sylvana Toemon, Minggu, 20 Mei 2018 | 05:00 WIB
Kue dadar lapis madu (Sylvana Toemon)

“Aku tak punya uang lagi,” kata Nenek Martha sedih. “Ah, tapi, dengan melihat dan menghirup bau harum kue dadar lapis madu, aku cukup senang.”

Nenek Martha melihat kue dadar lapis madu di depan etalase dengan pandangan kepingin. Tiba-tiba, dia ingat sesuatu! Nenek Martha membuka keranjangnya. Ada gandum, gula, telur, dan mentega di dalamnya.

“Oh, Nenek Martha! Apakah Nenek ingin membeli kue dadar lapis madu seperti biasanya?” tanya pemilik toko kue, mengagetkan Nenek Martha.

“Eh, i…iya… Sebenarnya tadinya aku mau membelinya, tapi…” Nenek Martha menceritakan semua yang terjadi selama perjalanannya.

“Jadi, maukah Anda menukar bahan-bahan kue ini dengan sepotong kecil kue dadar lapis madu? Sepotong kecil saja,” tanya Nenek Martha penuh harap.

Pemilik toko tersenyum. “Ah, Nenek adalah seorang yang baik hati. Sepotong kue kecil saja tak akan cukup untuk kebaikan hati Nenek. Maukah Nenek menunggu sebentar?”

Tak lama kemudian, Nenek Martha mencium bau harum dari dapur toko kue. Pemilik toko keluar membawa kardus besar berisi lima bulatan kue dadar lapis madu yang besar. “Ini untuk Nenek.”

Mata Nenek Martha terbelalak.

“Oh, maaf, mungkin Anda salah. Tapi, aku sama sekali tak punya uang untuk membayarnya.”

“Tenang, Nenek tidak perlu membayar. Kue ini saya buat dari bahan-bahan yang Nenek berikan. Saya cuma melapisi permukaannya dengan madu sebagai hadiah untuk kebaikan hati Nenek.”

Oooh, Nenek Martha bahagia sekali. Dengan hati-hati, dimasukkannya kardus berisi kue itu ke dalam keranjang.

“Aku bisa mengundang tetangga-tetanggga dan berpesta dengan kue dadar sebanyak ini!” kata Nenek Martha dengan gembira. “Terima kasih, Nak. Kamu baik sekali. Semoga toko kuemu semakin laris!”

Pemilik toko kue itu tersenyum. Ah, dia pun ikut bahagia melihat Nenek Martha yang baik hati berseri-seri membawa kue dadar lapis madu kegemarannya.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Veronica Widyastuti.