Misteri Daun Tiga Warna

By Sylvana Toemon, Selasa, 1 Mei 2018 | 13:00 WIB
Misteri danau tiga warna (Sylvana Toemon)

Sudah seharian sinar matahari NTT menyengat wajahku. Untungnya, di Gunung Kelimutu ini angin sejuk berhembus, tetapi badanku malah terasa semakin aneh. Namun, kondisiku tak mencegahku terkagum-kagum menatap Danau Kelimutu. Warna ketiga danaunya berubah-ubah. Namanya saja danau tiga warna.

Danau berwarna biru atau Tiwu Nuwa Muri Koo Fai merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau Tiwu Ata Polo merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan. Sedangkan danau berwarna putih atau Tiwu Ata Mbupu merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.

“Sepertinya kamu terpesona sekali,” sebuah suara menyapaku. Aku menoleh dan berhadapan dengan seorang gadis cilik. Sepertinya penduduk setempat. Aku membalas senyuman itu, “Iya. Menarik sekali.”

“Kamu tahu, semuanya berawal dari ribuan tahun lampau. Saat itu ketiga danau itu belum ada. Itu adalah zamannya peri-peri dan ksatria,” lanjut gadis itu.

***

Ya, pada saat itu malam hari. Gunung Kelimutu gelap sekali. Di tengah kegelapan itu, ada seorang pemuda buruk rupa bernama Toki, seorang nenek tua bernama Nek Syn, seorang petani tamak bernama Pak Liat, dan seorang ibu baik hati bernama Bu Peng, yang sedang melewati gunung. Mereka tak saling kenal dan tak saling melihat. Masing-masing duduk tersembunyi di antara bebatuan, semak, dan pohon.

Tiba-tiba terdengar suatu gemerisik lirih. Perlahan-lahan tampak seberkas sinar di antara pepohonan.

“Siapa itu?” tanya sebatang pohon.

“Aku Peri Bunga Empat Warna. Sst.. aku sedang bertugas memindahkan bunga empat warna. Harus diam-diam, supaya tidak ada yang mencuri!” celoteh Peri Bunga Empat Warna sambil mengacungkan setangkai bunga berkelopak empat dengan empat warna berbeda. Merah, biru, putih, dan kuning.

“Lo? Memangnya siapa yang mau mencuri?” tanya Pohon.

“Setiap kelopak Peri Bunga Empat Warna, kan, bisa mengabulkan permintaan. Aku diutus Ratu Bunga untuk menyembunyikan bunga ini. Kalau tidak, wah, semua orang akan berebutan!” jawab Peri Bunga Empat Warna.

Toki, Nek Syn, Pak Liat, dan Bu Peng mendengar percakapan itu dengan penuh minat. Ya, Toki ingin punya ketampanan yang bisa menaklukkan hati para gadis. Nek Syn ingin hidup abadi. Pak Liat menginginkan harta yang banyak. Sedangkan Bu Peng ingin mencari obat untuk mengobati anaknya yang sakit.

Mereka berempat bertekad akan menangkap si Peri Bunga Empat Warna. Nyaris pada saat yang bersamaan, mereka melompat dari tempat persembunyian masing- masing dan menangkap peri kecil yang tak bisa menjaga mulutnya itu.