“Nan, jaga dulu kakakmu, ya. Mama mau bantu Tante menyiapkan makan siang dulu,” panggil Mama dari dalam rumah Tante Is, menghentikan langkah riang Nanda menuju pantai.
Nanda langsung cemberut. Lagi-lagi ia harus mengurusi Kak Nindi yang aneh itu.
“Naaan!” panggil Mama lagi. Terpaksa Nanda batal menikmati keindahan pantai Halmahera sendirian.
Kak Nindi sedang menderetkan mainan orang-orangannya. Nanda merengut semakin dalam. Ia, kan, adik. Ia ingin punya kakak yang bisa diandalkan, bisa diajak mengobrol, dimintai pendapat ini itu. Bukan, kakak yang harus dijaga, yang aneh, yang suka marah-marah. Tadi pagi saja, Kak Nindi mengamuk hebat karena ada sebutir nasi putih di piring nasi gorengnya. Nanda jadi tidak bisa sarapan dengan tenang. Dan, sekarang, sudah jauh-jauh ke Halmahera, ia tidak bisa pergi ke pantai karena, harus menemani kakaknya dulu.
“Uh… uh…” Kak Nindi memberi Nanda satu mainan orang-orangannya. Nanda menyimpannya di kantungnya dengan hati yang masih jengkel.
Sorenya, akhirnya mereka sekeluarga bisa pergi ke pantai. Tetapi, Kak Nindi malah marah-marah karena tidak biasa merasakan pasir di kakinya. Lagi-lagi, Mama dan Tante sibuk mengurusi Kak Nindi dan tidak peduli pada koleksi kerang-kerang Nanda.
Dalam kekesalannya, Nanda bergumam, betapa senangnya kalau ia Kak Nindi tidak ada.
Ctaarr! Tiba-tiba cuaca memburuk dan petir menyambar-nyambar. Byaaarr! Nanda terhempas gelombang tinggi, terseret masuk ke dalam pusaran air. Rasanya sakit sekali, kayak masuk mesin cuci!
“Tolong, Mamaaa!” Jerit Nanda dalam hati.
“Nan, bangun,” suara Mama terdengar memanggil Nanda. Nanda membuka mata dan… lo, kok dia ada di tempat tidurnya di Jakarta?
“Mau sekolah, gak, Nan?” ucap Mama lagi sambil membuka jendela kamar Nanda.
Nanda menoleh ke samping, ke tempat tidur Kak Nindi. Ia semakin terkejut. Tidak ada tempat tidur di sampingnya!