“Ma, Kak Nindi ke mana?” tanya Nanda kebingungan.
“Nindi? Nindi siapa?” Mama malah balik tertanya, “Jangan ngoceh macam-macam. Cepat mandi, sarapan,” kata Mama sebelum keluar kamar.
Nanda berusaha mengingatngingat apa yang terjadi, tetapi sungguh tidak berhasil. Nanda sibuk memeriksa kamar mandi, ruang keluarga, ruang makan, semuanya, sama sekali tidak ada tanda-tanda Kak Nindi. Yang ada, hanya Mama yang mencurahkan semua perhatiannya kepada Nanda. Nanda senang sekali. Akhirnya! Kebebasan dan perhatian yang ia tunggu-tunggu!
Akan tetapi, kesenangan Nanda tidak lama, Saat ia merogoh saku bajunya, ia menemukan sebuah mainan orang-orangan warna merah. Mainan yang diberikan Kak Nindi di Halmahera! Melihat mainan itu, tiba-tiba Nanda ingat betapa Kak Nindi, biarpun aneh, selalu menyayanginya. Matanya yang juling selalu berseri-seri kalau melihat Nanda pulang sekolah. Kak Nindi juga yang rajin menderetkan buku-buku pelajaran dan alat tulis Nanda, sehingga meja belajarnya selalu rapi. Memang ia kesal kalau harus menjaga Kak Nindi, ia juga sedih kalau diolok-olok teman-teman sekolahnya soal Kak Nindi yang aneh. Tetapi, seperti yang selalu ibu katakan, bukan maunya Kak Nindi dilahirkan dengan kelainan seperti itu.
Tiba-tiba, terdengar bunyi bergemuruh dan air laut bergulung-gulung masuk dari jendela, menerpa Nanda. Seorang gadis cantik berpakaian adat berdiri tegak di atas ombak itu. Ia tersenyum menatap Nanda.
Ia berkisah kalau ia adalah dayang Ratu Penunggu Laut di daerah Halmahera. Dulu ia hanya penduduk desa mungil di tepi pantai. Suatu hari, ia terseret ombak dan sampai di istana Ratu Penunggu Laut. Di situ, ia menikah dengan salah satu penduduk bawah laut. Ia ingin pulang ke desanya dan memperkenalkan suaminya kepada keluarganya. Sayangnya, penduduk bawah laut itu memiliki wujud yang aneh, tidak seperti manusia biasa. Akibatnya ia dan suaminya ditolak oleh keluarganya. Karena itu, ia merasa sedih saat melihat keadaan Kak Nindi yang ditolak oleh Nanda.
“Jadi, kamu sudah tahu rasanya kalau tidak ada Kak Nindi. Kalau kamu mau, berkat sihirku, kamu bisa tinggal di sini terus bersama ibu dan teman-temanmu,” ucapnya lagi.
“Tetapi, ini enggak nyata. Aku mau tinggal bersama ibuku yang sebenarnya. Lagipula…” Nanda terdiam,
“Lagipula aku kangen Kak Nindi. Ia sudah biasa tidur di sampingku. Kalau tidak ada aku, pasti dia marah-marah dan tidak bisa tidur,” kata Nanda mantap sambil menggenggam erat mainan orang-orangan Kak Nindi.
Gadis itu tersenyum dan dengan satu lambaian tangan lentiknya, Nanda kembali di pantai bersama Mama, Tante, dan Kak Nindi.
“Uh… uh…” Mata Kak Nindi yang juling bersinar-sinar saat ia mengulurkan tangannya ke Nanda.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.