Putri Naninggala yang Penakut

By Sylvana Toemon, Sabtu, 21 April 2018 | 12:00 WIB
Putri Naninggala yang penakut (Sylvana Toemon)

Pada zaman dahulu kala, di sebuah pulau yang kaya timah, hiduplah Putri Naninggala. Putri Naninggala ini sangat baik hati, pemurah, dan bijaksana. Semua penduduk di pulau itu sangat menghormatinya. Hanya satu kekurangan Putri Naninggala. Ia sangat penakut. Dia takut pada ulat, cacing, laba-laba, bahkan dengan binatang-binatang seperti ayam, burung, dan ikan.

Suatu hari, ayahandanya, Raja Klantinggala, memanggilnya. Ia hendak meminta tolong kepadanya. Diajaknya Putri Naninggala ke pantai. Di sana, tampaklah pemandangan yang mengerikan. Seekor burung besar sedang menggelepar-gelepar kesakitan, dipegangi oleh beberapa punggawa Putri Naninggala kerajaan.

“Ayaaah! Aku takuuut!” jerit Putri Naninggala sambil berpaling hendak pergi. Namun, Raja menahannya.

“Ayah mohon, Nak, burung kelayang ini terluka kena semburan api naga. Obatnya hanya sentuhan tangan seorang putri raja. Kau harus meletakkan tanganmu di atas lukanya sampai lukanya mengering,” ucap Raja Klantinggala.

Burung itu menguak kesakitan. Paruhnya tampak berkilat-kilat tajam. Putri Naninggala gemetaran. Dia takut sekali. Burung itu tampak sangat liar. Namun, dia juga tampak menderita. Putri Naninggala yang lembut hati tidak tega melihatnya. Akhirnya, ia memberanikannya dirinya untuk maju dan mengulurkan tangan.

“Kwaaaaaaaaaaaaaaaakk!!” Burung itu menguak keras dan paruhnya nyaris menyambar tangan Putri. Putri Naninggala mundur ketakutan. Inginnya ia kabur dari pantai itu, tetapi Raja mendorongnya untuk terus mendekati burung itu.

Para punggawa semakin keras memegangi burung itu sampai burung itu tidak terlalu meronta-ronta. Putri Naninggala maju terus dengan tangan gemetaran sampai akhirnya ia berhasil meletakkan tangannya di atas luka burung itu. Namun, oooww… luka itu terasa panas sekali! Dengan tabah, Putri Naninggala menahan tangannya tetap di situ.

Burung kelayang itu langsung terdiam saat tangan Putri menyentuh lukanya. Tak berapa lama, tubuhnya mulai terasa mengendur, matanya mulai terpejam. Sepertinya, sentuhan Putri Naninggala betul-betul mengobati lukanya.

Tiga hari lamanya Putri Naninggala memegangi luka si burung kelayang, nyaris tanpa henti. Pada hari ketiga, luka burung itu sudah kering. Pada hari kelima, burung itu sudah sembuh seperti sedia kala. Ia sangat berterima kasih pada Putri Naninggala dan ayahnya. Sebelum terbang pergi, ia berjanji akan kembali di saat negeri ini membutuhkannya.

***

Tahun-tahun berlalu. Raja Klantinggala sudah lama mangkat. Putri Naninggala, yang sudah tidak terlalu penakut lagi, memerintah pulau kecil kaya timah itu. Semakin lama, pulau ini semakin terkenal akan timahnya. Banyak pulau dan kerajaan lain yang membeli timah dari Putri Naninggala. Sayangnya, kekayaan timah inilah yang membuat Negeri Seberang Lautan ingin menguasai pulau itu.

Suatu hari, datanglah kabar bahwa Negeri Seberang Lautan akan datang menyerang. Putri Naninggala kebingungan. Selama ini, mereka hidup tenteram dan aman. Dia tidak punya prajurit kuat untuk mempertahankan pulau.

“Kwaaaaaaaaaaaaaaaaaak!” Tiba-tiba, di tengah kebingungannya, seekor burung besar muncul dan hinggap di hadapan Putri Naninggala.