Bakat Terpendam Coco

By Vanda Parengkuan, Kamis, 10 Mei 2018 | 04:00 WIB
Bakat Terpendam Coco (Vanda Parengkuan)

“Aku tidak terluka sedikit pun,” jawab Puput Siput.  “Terima kasih Cece.”

“Kamu hebat bisa terbang secepat itu,” ujar Hana Kupu Kupu.

“Ah, aku bisa terbang secepat itu kan, karena kalian selalu mengejekku lambat,” kata Cece. Mendengar itu, semua yang hadir langsung tertawa.

* * *

Sudah tiga hari berlalu sejak perayaan di rumah Pak Momon. Sudah tiga hari juga Coco terus berdiam diri di rumahnya di atas pohon. Ia tidak mau ikut bermain bersama ketiga saudaranya. Ia juga menolak ketika kupu-kupu kakak beradik Hana dan Hani mengajaknya terbang bersama.

Bu Cicit menyadari bahwa Coco menjadi pendiam akhir-akhir ini. Bu Cicit lalu menghampiri Coco yang sedang bertengger sedih di ranting paling atas.

“Coco, kamu kenapa? Sudah beberapa hari ini Ibu lihat kamu tidak bermain,” kata Bu Cicit.

“Aku sedih, Bu. Caca bisa menyanyi dengan merdu, Cici bisa menari dengan indah, Cece bisa terbang dengan cepat. Sedangkan aku tidak bisa apa-apa. Aku tidak punya bakat yang bagus,” jawab Coco bersedih.

Bu Cicit tersenyum dan mengelus kepala anaknya.

“Sayang, siapa yang bilang kamu tidak punya bakat? Kamu pasti punya bakat, hanya saja kamu belum menemukannya,” ujar Bu Cicit.

“Tapi, kapan, Bu? Aku sedih karena aku tidak bisa membuat Ayah dan Ibu bangga,” kata Coco.

Tiba-tiba, angin berembus kencang dan mendatangkan awan-awan hitam. Langit pun berubah menjadi gelap.

“Coco, ayo kita masuk ke rumah. Sepertinya badai akan datang,” kata Bu Cicit.