Rio berusaha sekuat tenaga supaya tidak tertawa. Dia tidak ingin membuat teman barunya kecewa.
“Hmmm…. Untuk bisa bersiul memang perlu latihan. Kalau sudah bisa, barulah terasa mudahnya. Kita bahkan bisa bersiul sambil berjalan-jalan. Yuk, coba lagi,” hibur Rio.
Setelah mencoba berkali-kali, Pius akhirnya bisa bersiul. Siulan Pius sama merdunya seperti siulan Rio. Pius girang sekali. Dia menyiulkan beberapa lagu. Rio pun mengajarinya beberapa lagu baru.
“Horeee! Terima kasih, Rio,” teriak Pius gembira.
Dengan girang Pius kembali ke rumahnya. Hampir sepanjang jalan ia bersiul. Saudara-saudara Pius mendengar suara siulan Pius yang merdu. Mereka mengintip dari balik semak dan sangat terkejut melihat Pius. Ternyata siulan Pius benar-benar merdu.
“Pius, ternyata siulanmu merdu sekali,” puji Dius.
Pius tersipu-sipu mendengar pujian dari saudara-saudaranya.
“Bagaimana kalau siulannya aku selingi dengan nyanyian?” canda Pius.
“Oh, tidaaak,” serempak saudara-saudaranya menyahut.
Pius makin giat berlatih siul. Siulan merdunya sangat dinikmati oleh saudara-saudaranya. Kadang-kadang ia bersiul bersahut-sahutan bersama Rio. O ya, sekarang Pius tidak suka menyanyi. Ia lebih suka bersiul.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.