“Aku juga baru tahu,” bisik beberapa teman Luna.
“Luna harus ikut Ibu dan Bapak. Kebetulan Bapak ada tugas membangun jalan di desa ini, jadi Luna dan Ibu ikut. Ternyata, Ibu Luna juga membantu di puskesmas sebagai perawat,” jawab Luna.
“Wah, jalanan bagus itu, Bapak kamu yang bikin! Hebat!” jawab Dandi.
“Itu dari pemerintah, Bapak dan teman-teman diminta kerjakan. Kata Bapak sih begitu,” jawab Luna.
“Jalanan sudah jadi, makanya Luna kembali ke Jakarta ya? tanya Sasa.
Luna mengangguk.
“Bagaimana Jakarta Luna? Ayo ceritakan, ayo ceritakan!” kata beberapa teman Luna.
Luna berdiri. Ini saatnya memberitahu tentang Jakarta dan juga tentang indahnya desa ini.
“Di Jakarta ada gedung-gedung tinggi, seperti kata Dandi. Ada juga rumah sakit hebat seperti kata Siska, dan para pemain film yang berjalan kesana kemari. Di Jakarta juga banyak sekolah. Kalau habis SMA, kan di desa ini belum ada universitas, kata Bapak bisa sekolah di Jakarta asal rajin belajar,” kata Luna.
Teman-teman menyimak dengan baik.
“Tapi, di desa ini juga Luna senang sekali. Ada banyak sawah, udaranya segar, dan semuanya serba petik, mau cabai, buah, dan banyak makanan segar. Jarang ada yang seperti ini di Jakarta. Kalau kata Bapak, boleh sekolah tinggi di Jakarta, habis itu kembali deh ke desa. Dandi bisa bikin gedung, Siska bisa bikin rumah sakit, Sanusi bisa bikin film. Semuanya bisa asal kita rajin belajar,” tambah Luna.
Semuanya mengangguk setuju dengan Luna.