Kembali ke Jakarta

By Putri Puspita, Kamis, 5 Oktober 2017 | 10:00 WIB
Jakarta (Putri Puspita)

“Wah, Luna mau pindah ke Jakarta!” kata Sanusi dengan keras.

Semua siswa yang ada di kelas saat itu langsung menengok ke arah Luna dan menghampirinya.

“Benar Luna mau pindah ke Jakarta?” tanya Sasa.

Luna mengangguk dan tersenyum.

“Luna, katanya di Jakarta ada banyak gedung-gedung tinggi, lo!” kata Dandi. Teman Luna yang satu ini sangat ingin menjadi arsitek. Dandi sangat bersemangat bercerita mengenai gedung-gedung tinggi yang ia lihat di televisi dan surat kabar. “Andaikan aku bisa ke Jakarta ya Luna, aku bisa lihat gedung-gedung tinggi,” kata Dandi.

“Dandi nanti kalau sekolah terus, pasti bisa sampai ke Jakarta,” kata Luna.

“Di Jakarta, rumah sakitnya pasti sudah bagus-bagus, ya, Luna. Kemarin saja, anak Pak Kepala Desa dibawa ke Jakarta untuk berobat karena puskesmas desa sudah tidak bisa lagi menangani,” kata Siska yang sangat ingin menjadi dokter. Siska sangat suka pelajaran IPA, bahkan ia sering ke puskesmas untuk melihat apa yang dilakukan dokter disana. “Semoga nanti aku bisa ke Jakarta untuk melihat rumah sakit hebat!” kata Siska.

Luna mengangguk dan mengacungkan jempol. “Siska pasti bisa!”

“Kalau aku sih ingin jadi bintang film. Kalau di Jakarta, ada banyak pemain film yang ganteng seperti aku! Hahahaha,” kata Sanusi.

Semua anak-anak disekitar sana tertawa hebat. "Ah Sanusi, gaya sekali!" kata Siska sambil tertawa.

“Nah, Luna sendiri kenapa pindah ke Jakarta?” tanya Sanusi.

“Luna, kan, memang dari Jakarta Sanusi. Kamu lupa, ya?” jawab Siska.

“Oh iya? Aku baru tahu Luna. Aku pikir pindah dari kampung sebelah. Hmmm, kenapa pindah ke desa kecil ini?” tanya Sanusi lagi.

“Aku juga baru tahu,” bisik beberapa teman Luna.

“Luna harus ikut Ibu dan Bapak. Kebetulan Bapak ada tugas membangun jalan di desa ini, jadi Luna dan Ibu ikut. Ternyata, Ibu Luna juga membantu di puskesmas sebagai perawat,” jawab Luna.

“Wah, jalanan bagus itu, Bapak kamu yang bikin! Hebat!” jawab Dandi.

“Itu dari pemerintah, Bapak dan teman-teman diminta kerjakan. Kata Bapak sih begitu,” jawab Luna.

“Jalanan sudah jadi, makanya Luna kembali ke Jakarta ya? tanya Sasa.

Luna mengangguk.

“Bagaimana Jakarta Luna? Ayo ceritakan, ayo ceritakan!” kata beberapa teman Luna.

Luna berdiri. Ini saatnya memberitahu tentang Jakarta dan juga tentang indahnya desa ini.

“Di Jakarta ada gedung-gedung tinggi, seperti kata Dandi. Ada juga rumah sakit hebat seperti kata Siska, dan para pemain film yang berjalan kesana kemari. Di Jakarta juga banyak sekolah. Kalau habis SMA, kan di desa ini belum ada universitas, kata Bapak bisa sekolah di Jakarta asal rajin belajar,” kata Luna.

Teman-teman menyimak dengan baik.

“Tapi, di desa ini juga Luna senang sekali. Ada banyak sawah, udaranya segar, dan semuanya serba petik, mau cabai, buah, dan banyak makanan segar. Jarang ada yang seperti ini di Jakarta. Kalau kata Bapak, boleh sekolah tinggi di Jakarta, habis itu kembali deh ke desa. Dandi bisa bikin gedung, Siska bisa bikin rumah sakit, Sanusi bisa bikin film. Semuanya bisa asal kita rajin belajar,” tambah Luna.

Semuanya mengangguk setuju dengan Luna.

“Desa ini memang indah. Banyak wisatawan yang datang kesini bilang begitu. Aku ingin jadi agen travel saja ah!” kata Sasa.

“Apa itu agen travel Sa?” tanya Sanusi.

“Itu yang membuat orang-orang tahu indahnya desa ini dan mengajak mereka jalan-jalan di desa itu,” jawab Sasa.”

“Wah iya, keren-keren!” jawab beberapa anak.

"Jadi apapun bisa, asal kita ...." Luna tak meneruskan perkataannya.

"Rajin beajar!" sambung anak-anak yang ada di sekitar Luna.

Lonceng berbunyi, artinya waktu istirahat telah selesai. Semua anak-anak pun kembali ke tempat duduk menunggu guru datang. Sekarang mereka lebih semangat belajar, mungkin bisa sekolah ke Jakarta. Walaupun Luna harus berpisah dengan teman-temannya yang begitu baik di desa ini, tetapi Luna tetap harus semangat sekolah di Jakarta nanti.

Teks dan Foto: Putri Puspita | Bobo.ID