Sungai Cisadane merupakan sungai besar yang melintasi kota Tangerang. Selama berabad-abad, para pedagang Tionghoa memanfaatkan aliran Cisadane dari pesisir Laut Jawa untuk berlayar masuk pedalaman ke daerah Tangerang.
Kerajaan Pajajaran
Sebelum disebut Cisadane, sungai ini dulu sekali bernama Sadane. Kata “sadane” dalam bahasa Sanskerta berarti “istana kerajaan”. Kemungkinan yang dimaksud istana kerajaan adalah Kerajaan Pajajaran dengan ibukota di Pakuan, Bogor.
Kemungkinan juga berasal dari kata “sadhana” yang mengandung arti “jalan kebijaksanaan”. Seperti kita ketahui, Kerajaan Pajajaran merupakan kerajaan yang menganut agama Hindu yang sangat menghormati air sungai dari gunung sebagai sarana untuk membersihkan diri menuju jalan kebijaksanaan. Cisadane yang dulu mengalir bersih menjadi sungai suci bagi masyarakat Hindu Kerajaan Pajajaran.
Apabila dihubungkan dengan kata “ci” dalam bahasa Sunda yang berarti sungai, maka nama Ci Sadane atau Cisadane berarti sungai suci untuk menuju jalan kebijaksanaan yang berasal dari istana Kerajaan Pajajaran.
Ratusan Kilometer
Aliran sungai Cisadane berasal dari anak-anak sungai yang berhulu di lereng Gunung Pangrango dan Gunung Salak di daerah Bogor. Dari lereng gunung, aliran Cisadane memasuki wilayah Bogor (dulu wilayah Kerajaan Pajajaran), melintasi kota Tangerang, lalu bermuara di Tanjung Burung, dan selanjutnya ke Laut Jawa.
Panjang sungai Cisadane dari hulu hingga ke hilir, sekitar 139 kilometer. Dari bagian hulu hingga sampai wilayah Tangerang, Cisadane memiliki tebing sungai yang terjal dan dalam. Namun, selepas Tangerang menuju muara, tepatnya setelah pintu air “Pintu Sepuluh” tebing sungai kian rendah, dan aliran sungai mulai melebar. Sesampai di Tanjung Burung, aliran sungai Cisadane terlihat tenang dan dalam dan sudah bisa dilayari perahu-perahu nelayan.
Berlayar ke Tangerang
Menurut catatan sejarah abad 16, banyak kapal dagang kecil memasuki muara Cisadane di pesisir Laut Jawa untuk berlabuh ke Tangerang. Kala itu daerah Mauk, Kedaung, Sewan, Kampung Melayu, dan Teluk Naga, masih berupa rawa-rawa, sehingga muara Cisadane masih berada di dekat Tangerang.
Menurut peta lama bangsa Eropa, daerah Tangerang dikenal dengan sebutan swamland. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, luapan sungai Cisadane yang membawa material tanah dari gunung telah mengakibatkan sedimentasi pada bagian muaranya. Sedimentasi tersebut secara alami telah menguruk rawa-rawa dan mengakibatkan muara sungai menyempit dan menjauh dari daratan.
Tanjung Burung
Kini, meski kapal dagang tak lagi bisa berlayar ke Tangerang, sungai Cisadane masih bisa dilayari kapal-kapal kecil, terutama di daerah Kedaung sampai Tanjung Burung.
Di sana masih banyak kapal nelayan, juga aktivitas pabrik galangan kapal cepat (speed boat) yang memanfaatkan aliran Cisadane untuk pelayaran
Di Tanjung Burung, sebuah desa kecil yang terletak paling ujung muara Cisadane, kita mulai bisa menyaksikan petak-petak tambak untuk budidaya ikan bandeng dan udang.
Foto-foto: Sigit Wahyu