Pangeran Pulau Emas sangat gembira melihat Rosalie baik-baik saja. Putri cantik itu berdiri di depan pintu ruangan ke empat. Namun, di depan Rosalie, tampak Pangeran Udara sedang berlutut. Rupanya ia sedang memohon agar Rosalie mau menjadi ratu di istananya itu. Namun Rosalie menggelengkan kepala.
“Aku tidak mau menjadi ratu di istana ini! Kau telah menculik aku dan membuat ayahku sedih. Semua keindahan di istana ini tak akan menghibur aku…” Rosalie lalu berdiri dan masuk kembali ke ruangannya.
Baik Rosalie maupun Pangeran Udara tak tahu, kalau Pangeran Pulau Emas telah ikut masuk ke ruangan Rosalie.
Di dalam ruangan Rosalie, Pangeran Pulau Emas tidak bicara sepatah katapun. Karena begitu ia bicara, maka ia akan terlihat. Ia tak ingin Pangeran Udara menangkapnya. Maka, ia hanya duduk diam menunggu. Bahkan di saat malam tiba dan Rosalie tertidur, Pangeran Pulau Emas tetap diam. Ia hanya memikirkan kata-kata indah untuk membuat puisi.
Esok harinya, Rosalie duduk sedih merenungkan nasibnya. Tiba-tiba, ia melihat pena bergerak sendiri di meja dekat tempat tidurnya. Pena itu mulai menulis sendiri di selembar kertas putih. Rosalie sangat terkejut karena tidak ada seorang pun yang terlihat memegang pena itu.
Saat pena itu berhenti bergerak, Rosalie mendekati meja dengan agak takut. Ia melihat ke kertas putih di meja yang kini berisi beberapa kalimat indah. Rosalie membaca tulisan itu dengan suara berbisik,
Rosalie…
Ceritakanlah kesedihanmu padaku…
Aku berjanji akan membebaskanmu
Dan membawamu pulang pada ayahmu…
Rosalie melihat sekeliling dan berkata dengan sedih,
“Aku sangat sedih… karena meninggalkan sahabat baruku di Pulau Mawar. Aku tidak punya sahabat lain selain dia. Saat ini, mungkin dia sedang mencari aku.”