Pangeran Pulau Emas sangat terharu mendengar cerita Rosalie.
“Siapa sebenarnya kamu? Tak usah takut memperlihatkanlah dirimu. Hari ini, Pangeran Udara sedang pergi menengok Ibu dan ketiga saudaranya…” kata Rosalie lagi.
Pangeran Pulau Emas tak dapat menahan kesedihannya lagi. Ia segera mengambil kerikil dari mulutnya. Wujudnya kini terlihat. Rosalie sangat terkejut dan gembira melihat sahabatnya itu. Pangeran Pulau Emas mendekat dan mencium tangan Rosalie dengan sopan.
Mereka lalu duduk dan membuat rencana untuk pergi dari istana itu. Namun, hal itu tidak mudah karena Pangeran Pulau Emas hanya memiliki satu kerikil ajaib.
“Rosalie, kau harus memakai kerikil ajaib ini supaya bisa lari tanpa terlihat. Biar aku sendiri yang menghadapi Pangeran Udara,” usul Pangeran Pulau Emas.
Namun Rosalie tidak setuju. "Itu berbahaya untukmu! Sebaiknya, kembalilah kau ke istana ayahmu. Bukankah katamu Dewi Pelindung akan berkunjung di musim ini? Temuilah dia dan mohonlah kebaikannya untuk memberimu sebutir kerikil ajaib lagi. Dengan begitu, kita berdua bisa lari dari tempat ini.”
Dengan berat hati, Pangeran Pulau Emas akhirnya mengikuti saran Rosalie. Ia menggunakan kembali kerikil ajaibnya untuk menyelinap keluar dari istana itu.
Lima hari kemudian, Pangeran Udara kembali dari istana ibunya. Akan tetapi, Pangeran Pulau Emas ternyata masih tersesat di dalam hutan dan kesulitan mencari jalan pulang. Ia tersesat cukup lama, sehingga saat ia tiba di istana ayahnya, Dewi Pelindung telah pergi.
Untuk menunggu Dewi Pelindung datang lagi di musim berikutnya, Pangeran Pulau Emas harus menunggu selama tiga bulan lama. Ia tak tega membiarkan Rosalie menderita menunggunya selama itu. Ia hampir saja memutuskan untuk segera kembali ke tempat Rosalie ditahan.
Akan tetapi, saat ia sedang berjalan di hutan, ia melihat sebuah pohon oak besar. Tiba-tiba saja, salah satu dahan pohon itu terbuka. Dari dalamnya, keluarlah seorang pangeran bertubuh pendek. Dialah Pangeran Tanah, kakak dari Pangeran Udara. Di belakangnya, tampak seorang sahabatnya. Mereka bercakap serius, karena tidak tahu kalau ada Pangeran Pulau Emas di dekat situ, sebab sang pangeran tidak terlihat.
“Kenapa kamu masih memikirkan dia? Kamu kan sudah tahu, akhirnya tidak akan bahagia. Memangnya, tidak ada hal yang bisa membuat kamu bahagia di istanamu?” tanya teman Pangeran Tanah.
“Apa gunanya menjadi pangeran bertubuh kecil seperti aku? Apa gunanya punya ibu sang Dewi Bumi? Apa gunanya jika aku tidak bisa berkenalan dengan Putri Argentina,” jawab Pangeran Tanah. Ia lalu berkata lagi dengan sangat sedih dan putus asa,