Bobo.id – Kalau punya ponsel, televisi, laptop, atau barang elektronik lainnya yang sudah rusak biasanya kita akan membetulkan, menjual, atau bahkan membuangnya.
Pernah mendengar istilah sampah elektronik? Kalau kita membuang barang elektronik maka itu akan menjadi sampah elektronik.
Banyak orang yang khawatir tentang sampah-sampah plastik yang menggunung atau sampah plastik yang tidak bisa terurai. Padahal sampah elektronik juga sulit terurai, lo.
Menurut penelitian United Nation University, sampah elektronik itu meningkat setiap tahunnya seiring dengan perkembangan teknologi.
Pada tahun 2016 lalu, sampah elektronik sudah mencapai 44,7 juta metrik ton atau setara dengan 4.500 Menara Eiffel. Wow, banyak sekali, ya!
Asalnya Sampah Elektronik
Perkembangan teknologi yang semakin canggih menyebabkan produsen terus memperbarui barang-barang elektronik buatannya dan membuat manusia menjadi konsumtif.
Bayangkan saja kalau kita punya ponsel yang masih 3G dan sekarang di toko-toko sudah menjual ponsel 4G, kita akan membuang ponsel lama dan membeli ponsel baru yang lebih canggih itu.
Tak hanya ponsel, televisi, laptop, komputer, printer, kamera, kulkas, mesin cuci, AC, kipas angin, penyedot debu, bahkan alat cukur listrik dan lampu yang sudah rusak dan dibuang juga menjadi sampah elektronik yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Walaupun merupakan benda-benda padat, nyatanya benda elektronik mengandung zat-zat yang berbahaya bagi manusia maupun lingkungan.
Misalnya pada layar televisi dan komputer yang masih berbentuk tabung itu mengandung bahan timbal yang bisa mengganggu sistem peredaran darah dan merusak ginjal.
Walaupun sekarang televisi dan komputer lebih banyak berbentuk LCD, bukan berarti tidak berbahaya.
Kandungan merkuri pada lampu yang menerangi layar komputer dan laptop LCD bisa merusak sistem saraf otak.
Ada juga kandungan zat-zat lainnya yang berbahaya bagi kita semua. Maka itu, ayo kita kurangi sampah elektronik.