Misteri Sandi Menari (Bag. 9)

By Vanda Parengkuan, Jumat, 23 Februari 2018 | 13:00 WIB
Misteri Sandi Menari (Bag. 9) (Vanda Parengkuan)

Inspektur Martin akan bertanya lagi, tetapi Holmes meletakkan jari di bibirnya.  "Sepertinya, dia sudah datang..."

Seorang pria melangkah menuju pintu masuk. Dia bertubuh tinggi, kulit agak gelap, mengenakan setelan flanel abu-abu. Hidungnya bengkok dan matanya tajam.  Dia berjalan seolah olah itu adalah rumahnya. Tak lama kemudian, terdengar bunyi bel.

"Bapak-bapak," kata Holmes berbisik pada anak buah Inspektur Martin, "Sebaiknya segera sembunyi di belakang pintu dan bersiaga. Dan Pak Inspektur, siapkan borgol Anda. Biarkan saya yang bicara dengan dia."

Sherlock dan yang lainnya lalu menunggu diam selama satu menit.

Pintu lalu terbuka dan pria itu melangkah masuk. Seketika, anak buah Inspektur mengeluarkan pistol, dan Inspektur Martin memborgol pergelangan tangan pria itu. Semua dilakukan dengan begitu cepat dan tangkas. Pria itu samasekali tidak siap akan ditangkap. Matanya melotot marah menatap Sherlock dan teman-temannya. Namun, ia lalu tertawa terbahak mengejek.

"Bapak-bapak, sepertinya ada kesalahpahaman. Apakah saya punya salah pada Anda semua? Saya datang ke sini, atas permintaan dari surat Ibu Cubbit. Jangan bilang kalau Bu Cubbit yang membantu Anda untuk menjebak saya…" "Bu Hilton Cubitt tadi pingsan. Sepertinya dia terguncang dan tidak mau bicara…"

Pria itu berteriak panik.

"Tidak mungkin dia pingsan!" teriaknya keras. "Saya hanya memukul si Hilton Cubbit. Saya tidak mungkin menyakiti Elsie sedikitpun. Saya cuma berani mengancamnya, tapi tidak mungkin menyentuh sehelai rambutnya pun… Dimana dia? Saya ingin melihatnya…”

"Dia ditemukan pingsan, di sisi suaminya yang cedera parah di kepala. Mungkin Bu Cubbit shock, atau terlalu kaget melihat suami yang dicintainya terluka parah. Sekarang ia sudah dibawa ke rumah sakit untuk dirawat."

Pria itu terduduk di sofa dan menangis mengerang. Ia membenamkan wajahnya di tangannya yang terbelenggu. Selama lima menit dia diam. Kemudian ia mengangkat wajahnya sekali lagi, dan berbicara dengan putus asa.

"Saya tidak akan berbohong pada Anda, Bapak-Bapak,” katanya. “Saya memang memukul si Hilton Cubbit dengan tongkat kriketnya. Tapi saya tidak menyakiti Elsie. Dia sudah seperti adik bagi saya. Saya sangat sayang padanya. Saya hanya ingin membawa pulang Elsie ke Amerika. Kembali ke dalam keluarga kami seperti dulu. Tapi si Hilton Cubbit betul-betul sudah merebut hati Elsie!” 

Holmes menatap pria itu dengan marah.