Ratusan Kelelawar di Australia Jatuh ke Tanah Karena Gelombang Panas

By willa widiana, Selasa, 9 Januari 2018 | 07:31 WIB
Ratusan Kelelawar Jatuh ke Tanah, Kenapa? (willa widiana)

Bobo.id – Kelelawar adalah salah satu hewan yang suka menggantung di pohon dan tempat-tempat gelap lainnya.

Mereka punya cara khusus, supaya bisa menggantung dengan tubuh terbalik.

Namun, ratusan kelelawar di Australia jatuh ke tanah. Ada apa dengan kelelawar-kelelawar itu?

Gelombang Panas

Beberapa hari terakhir, Australia sedang dilanda gelombang panas. Menurut pengamatan ahli cuaca, suhu di Australia pada hari Senin mencapai 44,2 derajat Celcius.

Pada hari Sabtu, suhu di beberapa wilayah Australia mencapai 47,1 derajat Celcius. Itu adalah suhu terpanas yang pernah melanda Australia sejak tahun 1939.

Baca Juga: 5 Fakta Unik Kelelawar Vampir si Pengisap Darah

Suhu yang panas itu membuat otak kelelawar terganggu. Akhirnya, kelelawar kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah.

O iya, suhu panas ini juga menyebabkan ratusan kelelawar muda dan bayi kelelawar mati. Kasihan, ya!

Punya Tugas Penting

Kelelawar yang terkena dampak gelombang panas di Australia itu adalah jenis Pteropus poliocephalus.

Kelelawar jenis itu punya tugas penting, yakni membantu proses penyerbukan bunga dan buah.

Baca Juga: Kelelawar Putih Honduras, Si Kelelawar Mungil

Namun, kelelawar ini hanya bisa bertahan di daerah bersuhu 30 derajat Celcius ke bawah.

Jika suhu di tempat tinggalnya sudah lebih dari 30 derajat Celcius, ia akan terganggu dan mati. Mirip seperti yang sedang terjadi di Australia saat ini.

Tidak Bisa Mengatur Suhu

Kelelawar Pteropus poliocephalus bisa tumbuh hingga satu kilogram. Rentang sayapnya juga bisa mencapai satu meter.

Namun, kelelawar ini tidak bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri. Jika ada gelombang panas, kelelawar ini pun akan terganggu dan mati.

Baca Juga: Kenapa Kelelawar Tidur Terbalik?

Kasihan, ya, Teman-teman. Semoga gelombang panas di Australia segera berakhir, jadi tidak ada lagi kelelawar yang jatuh ke tanah dan mati.

Sumber: Live Science, Foto: Creative Commons