Di sebuah hutan tinggallah tujuh ekor lebah. Uci, Uni, Umi, Uli, Uki, Usid an Uri. Demikianlah nama ketujuh ekor lebah itu. Di hutan itu ketujuh lebah ini terkenal sebagai lebah-lebah yang sombog dan pemberang. Mereka sering menyerang binatang-binatang lain tanpa sebab. Akibatnya mereka tidak disenangi oleh penghuni hutan.
Pada suatu hari, ketujuh lebah itu hendak mengembara. Merek aingin memamerkan keberanian dan ketangkasan mereka kepada binatang-binatang di desa lain.
“O ya, sebelum berangkat, kita harus minta tolong kepada Pak Tua untuk mengasah penyengat kita. Dengan penyengat yang tajam tentu kita lebih mudah menyerang musuh,” kata Uci, lebah tertua di antara mereka.
“Ya, ya, kita harus memiliki penyengat yang ampuh, agar semua binatang takut pada kita,” seru keenam lebah lainnya menyetujui pendapat Uci.
Mereka lalu pergi ke tempat Pak Tua, ketua bangsa lebah. Beberapa hari kemudian setelah penyengat mereka diasah, terbanglah ketujuh lebah itu. Mereka terbang dari satu desa ke desa lain.
Setelah seharian terbang, tibalah mereka di suatu kerajaan. Di pohon yang rindang, mereka melepaskan lelah.
Tiba-tiba…. Dum…dum…dum…. Teeet…tretet….
“Hei, bunyi apa itu? Pasti ada musuh yang hendak menyerang kita. Ayo, siapkan penyengat kalian!” seru Uci.
Mendengar perintah Uci, keenam lebah itu segera menyiapkan penyengat ampuh mereka. Dengan berbondong-bondong mereka mencari datangnya bunyi itu. Semakin dekat, semakin keras bunyi itu. Olala, ternyata itu bunyi terompet dan tambur.
“Ayo serbuuu!!!” teriak Uki.
Tanpa pikir panjang lebah-lebah itu menyengat pegawai-pegawai istana yang sedang bermain musik itu.
“Aduuuh. Tolooong!” teriak seorang pegawai istana.