Cacing Tanah dan Ular

By Sylvana Toemon, Senin, 16 April 2018 | 08:00 WIB
Cacing Tanah dan Ular (Sylvana Toemon)

“Ya!” jawab Ular sambil menganggukan kepalanya.

Setelah mendengar jawaban itu, Cengkerik pun menemui Cacing Tanah. Setibanya di sana, ia menceritakan apa yang dikatakan Ular padanya.

“Betulkah Ular mau menukarkan suarayang yang merdu itu dengan mataku?” tanya Cacing Tanah tidak percaya.

“Ya, ia mau menukarkan suaranya dengan matamu karena ia ingin melihat bunga-bunga yang indah di hutan ini,” kata Cengkerik.

“Kalau begitu, besok pagi akan kuserahkan mataku padamu. Tolong berikan mataku ini pada ular,” kata Cacing Tanah pada Cengkerik.

Keesokan harinya, Cacing Tanah datang ke rumah Cengkerik hendang menyerahkan matanya. Demikian pula Ular yang datang untuk menyerahkan suaranya. Akan tetapi, Cengkerik berbuat curang. Ia tidak memberikan suara yang merdu itu pada Cacing Tanah, melainkan dipakainya sendiri. Sejak saat itu, Cengerik bersuara merdu. Penghuni hutan pun menyayangi Cengkerik.

Bagaimana nasib Cacing Tanah? Dari hari ke hari Cacing Tanah menunggu Cengkerik yang berjanji membawakan suara Ular. Namun, Cengkerik tak pernah muncul. Akibatnya, Cacing Tanah selalu melata di tanah. Karena ia tidak memiliki mata, iat tak daapt berjalan seperti dulu lagi.

Sementara Ular mendapat mata Cacing Tanah. Ular dapat melihat wajah teman-temannya. Ia juga dapat melihat bunga-bunga indah di hutan. Akan tetapi, tak seorang pun dari yang mau berteman dengannya karena ia tak lagi pandai menyanyi. Ia hanya bisa mendesis saja.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Cis.