Inilah Sejarah Kue Keranjang dalam Perayaan Tahun Baru Imlek

By Yomi Hanna, Senin, 12 Februari 2018 | 03:45 WIB
Kue keranjang (Hanna Vivaldi)

Sejak saat itu, penduduk desa membuat kue keranjang pada setiap musim dingin untuk mencegah Nian memburu dan memakan manusia.

Mereka juga melakukan ini untuk mengingat jasa Gao yang sudah berhasil mencegah Nian memburu manusia dan menemukan kue ini.

Para penduduk desa menamakan kue ini sebagai "Nian Gao".

Baca juga : Memberi Makan 3.000 Burung di Ladang Selama Lebih dari 17 Tahun

Hidangan Istimewa untuk Menyenangkan Dewa

Selain menurut legenda raksasa Nian, kue keranjang juga ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan Dewa Tungku, Cau Kun Kong.

Mereka berharap agar Cau KunKong membawa laporan yang menyenangkan kepada Raja Surga, Giok Hong Siang Te.

Sesajen Kepada Leluhur

Kue keranjang (ada juga yang menyebutnya dengan kue ranjang) dalam bahasa mandarin disebut juga dengan Nian Gao atau dalam dialek Hokkian disebut dengan Ti Kwe, yang diperoleh dari wadah cetakan kue yang berbentuk keranjang.

Kue ini terbuat dari tepung ketan dan gula yang menjadikan kue keranjang ini memiliki tekstur yang kenyal dan lengket.

Kue keranjang mulai digunakan sebagai sesajen dalam upacara persembahan kepada leluhur saat tujuh hari menjelang tahun baru imlek.

Pada malam menjelang tahun baru imlek, kue ini biasanya tidak dimakan hingga hari Cap Go meh atau malam ke-15 setelah tahun baru imlek.

Berharap Rezeki dan Kemakmuran Semakin Bertambah

Dalam dialek Hokkian, Ti Kwe memiliki arti sebagai 'kue manis' yang sering disusun tinggi bertingkat-tingkat dengan penyusunan dari bawah hingga atas semakin kecil.

Ini memiliki arti sebagai peningkatan rejeki atau kemakmuran.

Di negara asalnya, terdapat sebuah kebiasaan untuk menyantap kue keranjang ini terlebih dahulu saat tahun baru. Dengan harapan mendapatkan keberuntungan dalam pekerjaan.

(Nationalgeographic.co.id/Nisrina Darnila)