Bunga Biru dan Kastil Es

By Vanda Parengkuan, Sabtu, 19 Mei 2018 | 04:00 WIB
Bunga Biru dan Kastil Es (Vanda Parengkuan)

Di sebuah desa, hiduplah seorang penggembala bernama Arion. Istrinya bernama Diana. Setiap pagi, Arion menggembalakan kawanan dombanya di padang rumput. Sementara Diana menjaga anak-anak mereka di pondok sederhana mereka.  

Arion selalu bekerja keras. Namun, seberat apapun ia dan istrinya bekerja, mereka selalu kekurangan makanan. Tanah di tempat mereka selalu kering, dan hanya dipenuhi bebatuan. Tak bisa ditanami apa apa walaupun di musim semi. 

Di sekeliling mereka, banyak gunung yang setiap tahunnya tertutup salju di musim dingin. Ketika sinar matahari memantul di salju, pemandangan di sekitar gunung menjadi sangat indah. Salju abadi ada di sana. Mungkin di sebelah gunung salju itu, ada tanah yang subur sehingga bahan makanan selalu ada. Arion bercita-cita pergi ke sana suatu hari nanti.

Suatu hari, Arion menjalankan cita-citanya. Ia meninggalkan kawanan dombanya dan ia percayakan pada anjing gembalanya yang setia. Ia lalu berjalan seorang diri ke pegunungan menggunakan tongkat. Ia berjalan menanjak cukup lama di jalan setapak menanjak. Ia melalui padang rumput, hutan pinus, dan akhirnya tiba di bebatuan dan tebing terjal.

Arion berjalan dengan susah payah sepanjang hari sampai kakinya terasa sakit. Saat menjelang malam, ketika ia mengangkat matanya, tiba-tiba ia melihat sebuah kastil es dengan puncak menara berwarna putih salju. Puncak kastil itu berkilauan di bawah sinar matahari terbenam. Ia mengusap matanya seolah tidak percaya.

Sebuah gerbang indah di dinding kastil itu lalu berayun terbuka. Di dalamnya ada koridor gelap panjang yang mengarah ke dalam. Arion dengan berani menyusuri koridor. Tak lama kemudian ia sampai di sebuah aula besar yang terang benderang. Dindingnya terbuat dari kristal murni, lantainya berwarna perak dan emas di langit-langit.

Di tengah aula berdiri seorang wanita cantik dengan gaun yang cantik. Ia mengenakan mahkota dari tetes embun. Ia memegang buket bunga biru yang indah. Arion belum pernah melihat bunga seperti itu dalam hidupnya.

Wanita itu adalah Ratu Peri. Ia dikelilingi peri-peri lain yang adalah dayang-dayangnya. Ketika Arion melihat semua kemegahan berkilauan itu, ia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun, dan berlutut di depan Ratu Peri. Ratu Peri melihat Arion dengan ramah dan memberi isyarat kepadanya untuk berdiri. 

 “Selamat datang di istanaku, hai tamu yang baik,” katanya. “Sudah lama sekali istana ini tidak dikunjungi tamu yang berasal dari negara lain. Ketekunan dan keberanianmu patut dihargai. Pergi dan pilihlah apapun yang kau inginkan dari kastilku. Kau bisa mengambil perak atau emas atau batu mulia, sebanyak yang bisa kau bawa…”

Arion tidak tahu apakah ia sedang bermimpi. Ia melihat ke sekelilingnya dan kemudian berkata, "Terima kasih, Ratu Peri yang baik hati. Tapi jika saya dapat memilih, maka berilah beberapa tangkai bunga biru seperti yang Ratu pegang.”

Saat itu Ratu Peri tersenyum anggun dan berkata, "Kau telah memilih dengan baik, gembala yang baik! Bunga-bunga ini adalah barang paling langka yang saya miliki." Dan ia memberi Arion buket bunga birunya.  

Arion hampir saja menyentuh buket di tangan Ratu Peri, saat semua di sekelilingnya tiba-tiba menjadi gelap. Ketika ia membuka matanya beberapa saat kemudian, aula megah dan Ratu Peri serta dayang-dayangnya telah lenyap. Arion berdiri sendiri di dekat tebing putih salju abadi. Di bawahnya, di lembah yang jauh, ia bisa melihat lampu berkelap-kelip dari pondok-pondok di desa asalnya.