Mabuug-buugan, Mandi Lumpur untuk Mendekatkan Diri dengan Pertiwi

By willa widiana, Senin, 21 Mei 2018 | 06:01 WIB
Mabuug-buugan (willa widiana)

Setelah Hari Nyepi

Menjelang hari raya Nyepi tiba, para petani yang memeluk agama Hindu di Bali pada umumnya sudah mulai sibuk menyiapkan upacara-upacara.

Praktis selama beberapa hari mereka sudah jarang bekerja di sawah. Baru setelah hari Nyepi usai, mereka akan kembali ke sawah.

Sebagai tanda dimulainya lagi menggarap sawah, maka beberapa desa adat mengadakan keramaian, yaitu tradisi mabuug-buugan.

Mabuug-buugan biasanya diisi dengan berbagai acara seru. Seperti lomba lari di lumpur, lomba menangkap bebek, perang lumpur, dan lainnya.

Sayangnya, tradisi bermain lumpur tersebut sudah lama punah. Mungkin, tradisi tersebut kurang diminati karena dianggap kotor dan jorok.

BACA JUGA: Kebiasaan Mandi Ini Sebaiknya Tidak Kita Lakukan Lagi

Desa Kedonganan

Setelah lama punah, tradisi mabuug-buugan itu akhirnya dihidupkan lagi di Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.

Sejak tahun 2015, tradisi mabuug-buugan diadakan lagi di daerah rawa-rawa di kawasan hutan bakau Kedonganan.

Dengan mengenakan kain setinggi pinggang, peserta melumuri tubuhnya dengan lumpur.

Sesekali mereka juga melempari rekan mereka dangan lumpur, sehingga seperti sedang terjadi perang lumpur.

Usai bermain lumpur, mereka berlari bersama menuju Pantai Kedongan untuk membersihkan diri. Wah, seru, ya, acaranya.

Teks: Sigit Wahyu, Foto: Tribun Bali/Rizal Fanany