Bobo.id - Hei teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu dongeng anak hari ini.
Dongeng anak hari ini bercerita tentang keluarga beruang.
Yuk, kita langsung baca dongerng anak hari ini.
------------------------------------------
Baca Juga : SpongeBob Punya Banyak Teman, Ini 4 Sifat yang Bisa Kita Tiru Darinya
Di Minggu yang cerah, Papa Beruang kedatangan tamu. Calon pembeli rumahnya, seekor domba. Ya. Papa Beruang hendak menjual rumahnya.
“Selamat datang, Pak Dobi!” sambut Papa Beruang ketika tamunya sudah turun dari mobilnya. Sebelumnya, Papa Beruang dan Pak Dobi sudah berkenalan melalui telepon dan menetapkan janji untuk bertemu.
Di samping Papa Beruang ada 3 anaknya. Beno, Beni dan Benu. Raut Wajah mereka sedih. Ketiga anak beruang itu kemudian berlarian menuju pintu belakang.
“Mari, silahkan masuk. Melihat-lihat dulu,” kata Papa Beruang sambil membukakan pintu depan rumah.
Kreeet…
Baca Juga : YouTube Kids, Aplikasi Nonton Video yang Ramah untuk Anak-anak
Baca Juga : Mau Jadi Pendongeng yang Baik? Ini Tipsnya, Bisa Dicoba di Rumah!
Ups! Baru terbuka sedikit, suara itu terdengar. Papa Beruang kaget. Pak Dobi mengernyit heran.
Perasaan, engselnya sudah kulumasi, pikir Papa Beruang. Dengan cara perlahan Papa Beruang mendorong lebar pintu itu. Tetapi suara itu tetap terdengar.
Kreeet…kreeet…
“Oh, maaf. Nanti pintunya segera aku perbaiki,” ujar Papa Beruang merasa malu.
Pak Dobi diam saja sambil masuk ke dalam rumah.
“Nah, ini ruang tamunya, Pak Dobi. Cat dindingnya masih baru,” kata Papa Beruang cepat-cepat memasang wajah tersenyum.
“Hmm, bagus…bagus!” gumam Pak Dobi sambil meraba satu sisi tembok lalu mengetuk-ngetuk.
Dok…dok…dok…
Baca Juga : Warga Bikini Bottom Berduka Atas Kepergian Stephen Hillenburg
“Akh…,” ekspresi Pak Dobi berubah kecewa. Ia meninggalkan dinding itu menuju sebuah tangga dari kayu yang menghubungkan lantai atas.
Sementara itu, Papa Beruang yang masih di ruang tamu lagi-lagi dibuat heran. Tak percaya dengan pendengarannya, ia ikut mengetuk-ngetuk dinding tadi.
Dok…dok…dok…
Benar. Temboknya berbunyi. Biasanya itu pertanda temboknya keropos karena kebanyakkan pasir daripada semen. Papa Beruang mencoba mengingat-ingat penyebabnya. Tetapi, ia sudah tergopoh-gopoh menyusul tamunya yang hendak naik tangga
“Oh…oh…Mari, kita ke lantai atas, Pak Dobi. Sini aku bantu?” Papa Beruang hendak menggandeng Pak Dobi.
“Tidak perlu!” tepis Pak Dobi. “Aku belum tua. Aku bisa naik sendiri.”
Papa Beruang jadi salah tingkah. Ia garuk-garuk kepalanya sambil membiarkan Pak Dobi menginjak anak tangga satu persatu.
Baca Juga : Stephen Hillenburg, Pencipta SpongeBob Pernah Belajar Kelautan, lo!
Tetapi, ketika Pak Dobi sudah sampai di anak tangga kelima, terdengar bunyi, kraaak…kraaak…
“Oh!” Pak Dobi terlonjak kaget. Ia cepat-cepat turun. “Rumah ini berbahaya! Aku tidak berminat membelinya. Permisi!”
“Tapi…,” Papa Beruang hanya termangu. Tamunya bergegas menuju pintu depan rumah. Ketika Pak Dobi sudah di dalam mobil, ia menyalakan mesin dan melesat pergi.
Papa Beruang lesu menutup pintu depan. Tetapi, kedua bola matanya sekejab membelalak. Ia coba membuka lagi pintu itu lalu menutupnya.
Lho! Pintu ini tidak berkeriat lagi, batinnya.
Baca Juga : Pergantian Cuaca Membuat Kita Sering Sakit, Cari Tahu Sebabnya, yuk!
Cepat-cepat ia menuju sisi tembok yang tadi terdengar keropos. Ia ketuk-ketuk.
Tak…tak…
Temboknya berbunyi. Tetapi, itu suara tembok yang padat.
Papa Beruang semakin heran. Apalagi ketika ia menginjak anak tangga kelima. Papannya memang sedikit melengkung. Tetapi, tidak terdengar suara papan yang mau patah.
“Papa…!” seru ketiga anak beruang yang tiba-tiba muncul dari belakang. Beno, Beni dan Benu terlihat gembira sekali.
“Pak Dobi tidak jadi beli rumah kita, ya?” ujar Beno.
“Berarti kita tetap tinggal disini,” sambung Beni.
“Horee!” girang Benu.
“Lho, kok, kalian malah senang?” tanya Papa Beruang.
“Sebab, kami sudah betah disini dan tidak ingin kehilangan teman-teman,” jawab mereka serempak.
Baca Juga : Merasakan Hujan Salju sambil Bermain Lego di Legoland Malaysia
Papa Beruang terdiam. Memang, ia menjual rumah ini karena hanya ingin mencoba suasana baru. Tetapi, ia lupa. Ia belum meminta pendapat ketiga anak-anaknya.
Sedangkan, Mama Beruang hanya mengikuti saja keputusannya. Lagipula, ia jadi sadar. Ia hampir melupakan teman-temannya di sini.
“Kalian serius?” tanya Papa Beruang yang langsung ditanggapi dengan anggukan ketiga anaknya dengan mantap. “Kalau kalian ingin tetap tinggal disini, aku pun tidak lagi tertarik untuk pindah rumah,” ujar Papa Beruang akhirnya.
“Asyik!” sorak ketiga anak beruang itu.
Papa Beruang tertawa. Ia juga sudah lupa dengan keanehan-keanehan yang terjadi tadi.
Baca Juga : Di Swedia, Ada Telur Emas Raksasa yang Berkilauan! Telur Apa, ya?
Ssttt! Tapi, kalian jangan membocorkan rahasia ini, ya. Sebenarnya, suara-suara itu adalah hasil perbuatan Beni, Beno dan Benu. Kok, bisa?
Begini. Ketika pintu depan mulai dibuka, Beni yang meniru suara berkeriat itu di balik pintu. Ia memang pandai meniru suara apapun. Ia baru keluar dari persembunyian begitu Papa Beruang dan Pak Dobi tidak menyadarinya.
Untuk masalah suara dinding keropos, sebenarnya rencana ini sudah diperhitungkan. Biasanya, calon pembeli suka mengetuk-ngetuk dinding untuk menguji kualitasnya.
Maka, tugas Beno adalah siaga dengan telinga yang menempel di balik dinding yang kebetulan adalah kamarnya. Begitu Pak Dobi dan Papa Beruang mengetuk-ngetuk dinding, Beno lekas mengetuk kardus keras-keras mengikuti irama ketukan.
Baca Juga : Wah, Paus Bungkuk Juga Suka Mengganti Lagu Nyanyiannya Seperti Kita
Kalau suara anak tangga yang seperti mau patah, itu ulah Benu yang membengkokkan triplek secara perlahan-lahan. Suaranya pasti terdengar mirip. Apalagi dilakukan di kolong tangga.
Cerdik, ya, mereka!
Cerita: Ganda Rudolf.
Penulis | : | Sepdian Anindyajati |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR