Bobo.id - Antartika disebut sebagai laboratorium alami terbesar karena digunakan untuk mempelajari Bumi, atmosfer, dan berbagai perubahan lingkungan hidup di Bumi.
Benua Antartika adalah benua terbesar kelima di Bumi dan seluruh daerahnya diselimuti dengan lapisan es, teman-teman.
Nah, ternyata sebelum menjadi benua yang dipenuhi es, Antartika dulunya ternyata adalah tempat yang hangat, lo.
Bahkan dulu ada reptil kuno, yaitu sejenis kadal purba yang menghuni Antartika sebelum dipenuhi oleh lapisan es.
Baca Juga : Wah, Kadal ini Termasuk Kadal Unik yang Ada di Dunia, Kenapa Begitu?
Antartika Dihuni Kadal Purba
Sebelum Bumi dihuni oleh berbagai dinosaurus, termasuk T-Rex yang dijuluki sebagai raja dinosaurus, Antartika sudah dihuni oleh kadal purba yang dijuluki sebagai raja kadal.
Raja kadal ini mempunyai ukuran sebesar iguana, dan merupakan archosaurus, yaitu bagian dari kelompok yang sama dengan nantinya termasuk juga dinosaurus, pterosaurus, dan buaya.
Keberadaan raja kadal ini diketahui dari penemuan kerangka kadal yang diperkirakan berasal dari 250 juta tahun yang lalu.
Pada masa itu, Antartika belum dipenuhi oleh es, teman-teman, dan penuh dengan kehidupan tanaman serta hewan.
Kerangka kadal ini diberi nama Antartanax shackletoni, yang nama pertamanya diambil dari bahasa Yunani, berarti "raja Antartika".
Sedangkan nama belakangnya, shackletoni diambil dari nama penjelajah Inggris, Ernest Shackleton, yang juga menamai Beardmore Glacier, yaitu gletser tempat ditemukannya banyak fosil, termasuk fosil raja kadal.
Kadal Purba Berukuran Besar
Baca Juga : Wah, Ternyata Ada Landak yang Tidak Berduri! Kenapa Bisa Begitu, ya?
Fosil Antartanax yang ditemukan oleh para peneliti di Antartika memang tidak lengkap, teman-teman.
Tapi peneliti tetap dapat mengetahui dari susunan tulang belakang yang menyatu kalau kerangka yang ditemukan adalah milik kadal dewasa.
Bahkan diperkirakan kadal ini berukuran cukup besar, lo, sekitar 1,2 sampai 1,5 meter panjangnya.
Dari ciri-ciri halus tulang belakang dan kaki kadal, menunjukkan bahwa Antartanax adalah spesies baru.
Sedangkan bentuk kakinya menunjukkan hewan ini hidup di tanah dan bisa berlari dengan cepat di hutan.
Kaki Antartarax juga tidak memiliki bentuk yang menunjukkan adanya adaptasi, sehingga membuat peneliti berpikir kalau kadal purba ini hidup di atau pohon.
Penemuan Antartanax Bisa Membantu Mengetahui Evolusi Penting
Baca Juga : Bobcat, Kucing Hutan yang Suka Menyendiri, Cari Tahu Faktanya, yuk!
Penemuan kerangka Antartanax ini dianggap bisa membantu memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bentuk hutan di Antartika dulu kala.
Selain itu, penemuan kerangka ini juga bisa menjelaskan evolusi yang terjadi setelah terjadi kepunahan massal di Bumi.
Penemuan reptil purba lainnya dikumpulkan bersama-sama dengan jenis archosaurus lainnya yang punah karena kepunahan massal Permian.
Kepunahan massal Permian adalah peristiwa bencana besar yang terjadi sektiar 252 juta tahun yang lalu dan memusnahkan sekitar 96 persen spesies laut dan 70 persen spesies vertebrata.
Sebelumnya peneliti berpikir bahwa hewan purba akan butuh waktu lama untuk hidup lagi setelah peristiwa kepunahan massal Permian, lo.
Tapi ternyata Antartanax sebagai kelompok archosaurus bisa hidup kembali hanya beberapa juta tahun setelah peristiwa kepunahan Permian, nih, teman-teman.
Antartika Dulunya adalah Hutan
Baca Juga : 5 Spesies Aneh dan Menyeramkan Ini Hidup di Laut Segitiga Bermuda
Mungkin sulit, ya, untuk membayangkan bagaimana bentuk Antartika dipenuhi dengan pepohonan yang membentuk hutan?
Yap, ratusan juta tahun yang lalu, kawasan Antartika dipenuhi oleh hutan dan sungai yang tersebar luas di seluruh Antartika, lo.
Di antara hutan dan sungai itu, berbagai hewan bebasa berkeliaran, mulai dari amfibi, kerabat mamalia yang disebut cynodont, predator seperti mamalia yang disebut dicynodont yang memiliki taring dan paruh, sampai reptil seperti Antartanax.
Bahkan di sepanjang pantai Antartika dulu ditumbuhi pohon kelapa dan suhunya pernah di atas 20 derajat Celcius, lo.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR