Bobo.id - Ada berbagai jenis paus, salah satunya adalah paus bungkuk yang merupakan hewan dengan sirip terpanjang, yaitu mencapai 5 meter.
Paus bungkuk adalah hewan mamalia yang hidup di dalam air, teman-teman, sehingga paus bungkuk berkembang biak dengan cara melahirkan, bukan bertelur seperti ikan lainnya.
Nah, belum lama ini seorang peneliti yang mempelajari paus dan lumba-lumba baru saja berhasil merekam sebuah pemandangan langka, lo.
Pemandangan langka tersebut adalah rekaman bayi paus bungkuk yang berenang bersama induknya.
Baca Juga : Paus Kepala Kotak Terdampar, Ditemukan Sampah Plastik di Perutnya
Bayi Paus Bungkuk Baru Berusia 20 Menit
Bukan kegiatan bayi paus bungkuk yang berenang bersama induknya yang menajdi pemandangan langka, nih, teman-teman.
Aktivitas bayi paus bungkuk berenang bersama induknya ini menjadi langka karena ternyata bayi paus bungkuk itu baru berusia sekitar 20 menit, lo!
Yap, pak Lars Bejder, direktur Program Penelitian Mamalia Laut di Universitas Hawai'i berhasil merekam bayi paus bungkuk yang baru lahir.
Adanya induk paus bungkuk yang melahirkan ini diketahui oleh pak Bejder dari seorang pemandu tur lokal yang melihat adanya darah dan percikan air di lepas pantai Maui, Hawai'i.
Pak Bejder lalu menggunakan pesawat kecil tanpa awak atau drone untuk melihat apa yang menyebabkan adanya darah di tempat tersebut.
Induk Paus Bungkuk Baru Saja Melahirkan
Melalui drone yang dikendalikan pak Bejder, terlihat bahwa ternyata darah tersebut berasal dari induk paus bungkuk yang baru saja melahirkan, nih, teman-teman.
Baca Juga : Lalat Juga Tidur, lo! Bagaimana dan di Mana Lalat Tidur? #AkuBacaAkuTahu
Pak Bejder mengatakan hal ini sangat luar biasa karena sang induk melahirkan anaknya dalam waktu 20 menit.
Saat induk dan bayi paus bungkuk ini berenang bersama-sama, terlihat masih ada darah yang keluar dari sang induk, yang menandakan ia baru saja melahirkan anaknya.
Bayi Paus Bungkuk Menyusu Selama 7 Bulan
Induk paus bungkuk mengalami masa kehamilan yang tidak jauh berbeda dengan manusia, nih, teman-teman.
Manusia mengandung selama 9 bulan, sedangkan paus bungkuk akan mengalami masa kehamilan selama sekitar 11 bulan.
O iya, karena paus bungkuk adalah hewan mamalia, maka bayi paus bungkuk juga menyusu dari induknya, lo. Biasanya berlangsung selama 5 sampai 7 bulan.
Bayi paus bungkuk biasanya akan selalu ditemani induknya saat baru saja dilahirkan, tujuannya adalah agar sang bayi tidak tenggelam.
Sang induk harus mendorong bayinya ke permukaan sehingga bayi paus bungkuk bisa menghirup oksigen pertamanya.
Baca Juga : Fiona, Kuda Nil Berusia 2 Tahun yang Terkenal di Dunia Maya
Yap, walaupun paus bungkuk adalah hewan laut, tetap ada kemungkinan bayi ini bisa tenggelam, lo.
Dari rekaman yang didapatkan oleh pak Bejder, terlihat bahwa sirip punggung dan ekor bayi paus bungkuk itu masih lunak.
Selain itu, bayi paus bungkuk juga masih terlihat berenang dengan canggung dan berusaha untuk berenang dengan tegak dan stabil.
Kenapa Disebut Paus Bungkuk?
Paus bungkuk memiliki tonjolan di bagian atas kepalanya yang membuat paus ini terlihat seperti sedang membungkuk, teman-teman.
Inilah sebabnya paus bungkuk kemudian diberi nama paus bungkuk.
Tonjolan di atas kepalanya ini berfungsi sebagai lubang pernapasan yang membuat paus bungkuk terlihat seperti menyemprotkan air mancur dari lubang pernapasan tersebut.
Baca Juga : 5 Fakta Unik Scottish Fold, Kucing Lucu yang Telinganya Terlipat ke Depan
Tapi ternyata tidak hanya air saja, lo, yang dikeluarkan melalui lubang pernapasan tersebut, tapi juga ada gas-gas sisa proses pertukaran zat yang mengembun akibat dari udara dingin yang ada di sekitarnya.
Paus bungkuk dulu banyak diburu oleh manusia, teman-teman, karena mempunyai berbagai manfaat.
Minyak paus bungkuk bisa diolah menjadi bahan bakar, pelumas, kosmetik, minyak goreng, dan mentega.
Sedangkan dagingnya dijadikan makanan dan tulangnya dimanfaatkan sebagai pupuk.
Sayangnya akibat perburuan yang dilakukan, populasi paus bungkuk mengalami penurunan, hingga akhirnya pada tahun 1966 paus bungkuk sudah tidak boleh lagi diburu.
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR