Bobo.id - Hai teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu dongeng anak hari ini, ya?
Dongeng anak hari ini berjudul Raja Komprang dan Raja Batok.
Yuk, langsung saja kita baca dongeng anak hari ini!
----------------------------
Baca Juga : Dongeng Anak: Gaun Biru Warisan
Tretet-teeeeett…Bum! Bum! Bum! Tretet-teeeeet…Bum! Bum! Bum! Oh bunyi terompet dan genderang! Artinya Raja Komprang ingin berbicara dengan rakyatnya. Raja Komprang bertubuh kecil mungil, rakyatnya juga. Model pakaian mereka semua sama.
Laki-laki maupun perempuan mengenakan kaus oblong dan celana longgar setengah betis. Maklum belum ada perancang busana di sana. Penata rambut malah banyak, sehingga model rambut laki-laki maupun perempuan sangat beragam.
Baca Juga : Kisah Unik Dibalik Flash Disk yang Ditemukan di Kotoran Anjing Laut
Ada ibu yang sanggulnya seperti kue donat, ada bapak yang rambutnya merah jambu menggelembung seperti arum manis, ada anak yang kepangnya mirip cakwe, ada nenek yang gelungnya kecil-kecil bundar putih seperti kue moci…Mmm, jadi lapar nih!
Baca Juga : Wiley, Anjing Dalmatian yang Punya Hidung Unik Seperti Bentuk Hati
“Rakyatku yang kucintai,” kata Raja Komprang. Ia tidak berbasa-basi. Ia memang mencintai rakyatnya. “Akibat kemarau panjang, cadangan air kita berkurang. Kita harus berhemat air, supaya tidak kekurangan sampai musim penghujan tiba.”
“Kita harus mengurangi minum, Sri Baginda?” tanya seorang anak.
“Oh, tidak, Nak! Kita perlu cukup minum supaya sehat,” jawab Raja.
Baca Juga : Ini 4 Alasan Mengapa Kita Harus Melepas Sepatu saat Masuk ke Rumah
“Boleh mandi dan mencuci pakaian, Sri Baginda?” tanya seorang ibu.
“Tentu saja boleh, Bu! Kita perlu bersih supaya sehat,” jawab Raja. “Tapi kalau biasanya kita mandi 20 gayung, sekarang 10 gayung sajalah.”
Raja sendiri berhemat air, jadi rakyat rela meniru. Hasilnya? Walaupun musim penghujan tidak juga datang, rakyat Negeri Komprang tidak kekurangan air.
Baca Juga : Kenapa Kurang Tidur Menyebabkan Bagian Bawah Mata Menghitam, ya?
Sekarang kita lihat Negeri Batok. Raja Batok dan penduduknya pun mungil. Bedanya, pakaian rakyatnya compang-camping, tapi pakaian raja dan keluarganya bersulam benang emas. Yang sama cuma potongan rambut mereka.
Di sana, kalau kamu pergi ke pemangkas rambut, tukang pangkas akan menelungkupkan batok kelapa kecil di kepalamu. Rambutmu yang menonjol dari tepi mangkuk akan digunting dan dikerik sampai plontos. Yang tersisa hanya rambut yang tertutup oleh batok kelapa. Laki-laki dan perempuan sama!
Baca Juga : 5 Serangga Paling Aneh di Dunia, Ada yang Pernah Melihatnya?
Jadi bagaimana caranya membedakan laki-laki dari perempuan di Negeri Batok? Oh, ujung hidung laki-laki ditandai tutul hitam. Dari jauh kelihatannya seperti lalat hinggap, tetapi dari dekat seperti kismis, keriput. Namun yang penting sebenarnya bukan urusan tata rambut atau tutul di hidung, tetapi masalah air.
Baca Juga : Apakah Kanker Darah juga Bisa Diderita oleh Anak-Anak? #AkuBacaAkuTahu
Cadangan air di Negeri Batok pun berkurang, tapi raja dan rakyatnya tidak mau berhemat air. Tahu-tahu air di Negeri Batok habis! Tanaman dan hewan mati. Kemudian rakyat pun banyak yang tewas kehausan. Anehnya Raja Batok tidak peduli. Oh, rupanya karena di istana masih banyak air! Ia baru kelabakan ketika air kolam renangnya surut.
Baca Juga : Catacombes de Paris, Situs Sejarah Tempat Jutaan Tulang Manusia
Raja Batok mengirim surat lewat merpati pos ke Negeri Komprang yang jauuuh sekali, meminta air untuk rakyatnya. Raja dan rakyat Negeri Komprang iba mengetahui nasib rakyat Negeri Batok. Jadi dialirkanlah sebagian air mereka ke Negeri Batok. Eh, air itu bukan dibagikan kepada rakyat, tetapi dipakai mengisi kolam-kolam renang Raja Batok dan keluarganya! Ck! Ck! Ck!
Baca Juga : Pohon Kehidupan, Pohon Paling Sendirian di Muka Bumi
Ketika rakyat Negeri Komprang tahu, Raja Komprang memperingatkan Raja Batok: “Kami akan menghentikan pengiriman air kalau air tidak dibagikan kepada rakyat Anda yang kehausan.” Eh, Raja Batok malah marah. Ia menghasut rakyatnya: “Rakyatku yang kucintai,” katanya. (Ah, dia berbohong!). “Rakyat Komprang kelebihan air, tapi tidak mau membantu kita. Mereka ingin kita mati kehausan, supaya bisa mengusai negeri kita (Bohong lagi!). Kalian mau dijajah mereka?”
Baca Juga : Wah, Ada PR yang Berusia 2.000 Tahun! Seperti Apa, ya, Isinya?
“Tidaaaak!” seru rakyat yang mudah termakan hasutan gara-gara kehausan dan kelaparan.
Baca Juga : Keren! Ilmuwan Berencana Membuat Stasiun Antariksa di Asteroid Raksasa
“Demi tanah air kita yang tercinta, kita harus membela diri. Kita serang mereka!” teriak Raja Batok. Begitulah, ia mengirim tentaranya dan para pemuda ke Negeri Komprang. Sementara pasukannya menempuh perjalanan panjang yang panas melelahkan, raja dan keluarganya berenang-renang di kolam. Kasihan sekali pasukan yang kekurangan air itu, seorang demi seorang tewas di perjalanan.
Rakyat Negeri Batok yang tinggal sedikit akhirnya tidak tahan menghadapai raja mereka yang ngawur. Mereka memilih raja baru, yang peduli akan nasib mereka. Negeri Komprang pun rela mengirimkan air kembali untuk membantu rakyat Negeri Batok.
Baca Juga : Permen Karet Bermanfaat untuk Otak, Asal Tidak Dikonsumsi Berlebihan
Akhirnya, musim penghujan tiba juga! Bendungan, danau, dan sungai di kedua negeri penuh air lagi. Ternyata, rakyat Negeri Komprang tetap berhemat air. “Kalau 10 gayung cukup untuk mandi, kenapa kita mesti memakai 20 gayung?” kata mereka.
Baca Juga : Punya Pengaruh dari Bela Diri Jepang dan Tiongkok, Ini Sejarah Karate
Tapi, buat apa air yang berlebih? O-oh, rupanya mereka pakai untuk meluaskan pertanian dan peternakan ikan. Wah, Negeri Komprang bertambah makmur saja.
Rakyat Negeri Batok pun meniru dan menjadi makmur pula. Pakaian mereka tidak compang-camping lagi. Raja baru mereka berpakaian sederhana saja, tidak bersulam benang emas. Ia sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, seperti Raja Negeri Komprang. Yang masih sama cuma rambut mereka yang model batok itu dan lalat, eh…kismis palsu di ujung hidung.
Baca Juga : Ditemukan Fosil Nyamuk yang Mungkin Membawa Penyakit Malaria di Zaman Dinosaurus
Cerita oleh: Helen Ishwara. Ilustrasi: Dok. Majalah Bobo
Tonton video ini, yuk!
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR