Bobo.id - Hai teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu dongeng anak hari ini, ya?
Dongeng anak hari ini berjudul Rahasia Kakek.
Yuk, langsung saja kita baca dongeng anak hari ini!
----------------------------------------
Baca Juga: Dongeng Anak: Melia dan Nenek Sihir
Akhir-akhir ini, Kakek sering melamun di belakang rumah, tepatnya dibangku sebelah kanan gudang. Aku juga suka duduk di situ karena udaranya sejuk, tapi tak sesering Kakek.
Mulanya aku tak mempedulikannya. Mungkin ia hanya ingin menghirup udara segar, seperti aku. Tapi kecurigaanku muncul ketika melihat sikapnya yang berubah.
Sekarang ia selalu murung, tak banyak bertegur sapa. Bahkan ketika kuintip dari balik pintu, terlihat Kakek menangis, matanya menerawang jauh sekali.
Baca Juga: Dongeng Anak: Si Topi Terbang
Seperti sore itu, tak sengaja aku mendengar Kakek bersenandung. Kuintip dari balik pintu, usai bersenandung lalu menangis. Aku semakin penasaran.
Aku mencari akal untuk mendekatinya. Kuseduh secangkir kopi kesukaannya. Dengan hati-hati dan jantung berdebar-debar aku mendekatinya.
"Selamat sore, Kek!" sapaku sambil menyerahkan secangkir kopi. Beberapa saat Kakek menatapku. Kemudian tersenyum. Aku duduk di sampingnya. Dari dekat wajah Kakek terlihat semakin tua.
Baca Juga: Benarkah Minum Susu Buat Kita Tambah Tinggi? #AkuBacaAkuTahu
Setelah hening beberapa saat, aku mulai berani bertanya. "Kakek nggak apa-apa? Atau Kakek sedang sakit?"
"Jangan khawatir, cucuku, Kakek sehat-sehat saja," jawabnya.
"Yang benar, Kek? Diah perhatikan, akhir-akhir ini Kakek murung terus dan sering melamun. Pasti ada sesuatu," ucapku. Kakek menatap kosong ke depan.
Baca Juga: Apakah Hewan Mamalia Juga Memiliki Pusar Seperti Manusia? #AkuBacaAkuTahu
"Kakek teringat Nenekmu," katanya setengah menggumam. Setelah meminum kopi Kakek mulai bercerita, tentang kisah Nenek waktu masih muda.
Katanya, dulu Nenek adalah seorang penari jaipong yang hebat, namanya di dikenal di mana-mana. Ia selalu diundang di setiap pesta pernikahan dan khitanan.
Karena dalam tariannya selalu memakai selendang merah, oleh penggemarnya diberi julukan "Si Selendang Merah" Nenek pun sangat senang.
"Gerakannya yang lemah gemulai masih terbayang jelas di mata Kakek..." kenang Kakek dengan mata berkaca-kaca.
Aku tertunduk sedih. Angin sore berhembus sepoi-sepoi, lembayung pun mulai menyala. Namun, semua itu nampaknya tak dinikmati oleh Kakek.
Baca Juga: Banyak yang Tidak Suka, Ternyata Lumut Punya Manfaat untuk Lingkungan
"Lalu, Kakek sering melamun apa cuma karena teringat pada almarhumah Nenek atau ada hal lain?" tanyaku.
Kakek tak langsung menjawab. Setelah menengok ke sana ke mari barulah berujar. "Sebenarnya iya, ada hal lain yang Kakek sedang pikirkan."
"Apa itu, Kek?" Aku terhentak.
"Tapi ini rahasia," bisiknya.
"Rahasia?"
Baca Juga: Isi Waktu di Akhir Pekan Ini dengan Membuat Puding Susu Lapis, yuk!
"Begini," Kakek menengok lagi ke kanan dan ke kiri.
Kemudian setengah berbisik, "Di dalam gudang Kakek menyimpan sebuah peti kecil."
"Apa isinya?" Aku memotongnya penasaran.
"Selendang merah peninggalan Nenekmu! Bila Kakek teringat pada Nenekmu, Kakek suka menatap dan mengusap selendang itu."
Baca Juga: Tidak Selalu Buruk, Rasa Bosan Juga Bisa Membuat Kita Kreatif
"Lalu?"
"Sudah seminggu ini hilang! Kakek lupa menyimpannya lagi ke dalam peti. Selendang itu ditaruh di kursi yang ada di dalam gudang," jelas Kakek.
"Ooh, jadi Kakek sedih karena kehilangan selendang merah." Aku mulai mengerti.
"Bagi Kakek itu sangat berarti, karena itu satu-satunya peninggalan Nenekmu. Tapi sekarang hilang entah ke mana." Kakek mulai menitikkan air mata.
Baca Juga: Sering Lihat Kucing Berguling di Lantai? Ternyata Ini Alasannya
Segera saja aku berlari ke dalam rumah. Kemudian kembali lagi." Selendang ini bukan, Kek?" Aku memperlihatkan selendang merah.
"Ha..., betul ini selendang Nenekmu!"
Dengan gembira Kakek meraihnya. Selendang itu didekapnya dengan mata berkaca-kaca. Namun, nampaknya itu air mata bahagia.
"Kamu temukan di mana?" Tanya Kakek.
Baca Juga: Selain Tentara, Ada Kucing yang Juga Tergabung dalam Pasukan Militer
"Dari dalam gudang, seminggu yang lalu,"jawabku.
"Kamu suka?" tanya Kakek.
"Suka, Kek. Selendang ini bagus sekali! Apalagi untuk menari, aku kan ikut les tari. Malahan minggu depan ikut perlombaan."
"Oh, ya? Kalau begitu ini buatmu saja," Kakek menyerahkan selendang itu.
"Ah, yang benar, Kek?" Aku tak percaya.
"Benar!" jawabnya.
Baca Juga: Aplikasi Tes Mata Minus, Upaya Awal Sebelum Pergi Ke Dokter Mata
"Nanti Kakek sedih lagi," kataku.
"Nggak! Malah Kakek akan senang. Rawatlah baik-baik sebagai kenang-kenangan. Nenekmu juga pasti akan senang bila tahu kalau selendang itu dipakai oleh cucunya."
"Kalau Kakek teringat pada Nenek bagaimana?" lanjutku.
"Kamu harus menari di depan Kakek dengan memakai selendang itu"
Baca Juga: Iklim Indonesia Terbagi Menjadi 3 Jenis, Iklim Apa Saja, ya?
"Ah, Kakek bisa saja," aku tersenyum. Kakek pun terkekeh, raut wajahnya tampak tak murung lagi. Dengan gembira aku menerimanya.
"Nanti kalau kamu ikut lomba, Kakek pasti akan menyaksikan dan Kakek yakin kamu pasti menang, apalagi dengan selendang warisan Nenekmu." Mata Kakek berbinar penuh harapan. Aku pun demikian.
Hari mulai remang-remang senja. Aku dan Kakek segera masuk ke rumah dengan hati bahagia.
Baca Juga: Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara dan Fungsinya bagi Bangsa
Tonton video ini, yuk!
Tomat-Tomat yang Sudah Dibeli Bobo dan Coreng Hilang! Simak Keseruannya di KiGaBo Episode 7
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR