Bobo.id - Teman-teman pasti tahu kan, bendera negara Indonesia dan lagu kebangsaan Indonesia?
Lambang negara Indonesia adalah bendera Merah Putih atau Sang Saka Merah Putih dan lagu kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya.
Dalam program Belajar dari Rumah di TVRI hari ini, kita belajar tentang sejarah bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya.
Bagaimana sejarah bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya ini? Yuk, simak rangkumannya bersama.
Sejarah Bendera Merah Putih
Bendera Sang Saka Merah Putih juga dikenal dengan nama Sang Merah Putih dan Sang Dwiwarna (dua warna).
Sang Saka Merah Putih merupakan bendera kehormatan Indonesia, teman-teman.
Bendera Merah Putih ini merangkum nilai kepahlawanan, patriotisme, dan nasionalisme.
Tahukah kamu? Pertama kali bendera merah putih dikibarkan pada 1922, lo. Tepatnya di Kerajaan Kediri di masa Raja Jayakatwang.
Kemudian tahun 1350 - 1389, bendera Merah Putih menjadi benda sakral yang digunakan setiap upacara hari kebesaran Raja Hayam Wuruk di Kerajaan Majapahit.
Pada abad ke-14, bendera Merah Putih juga dikibarkan di Minangkabau, di masa kekuasaan Raja Adityawarman.
Baca Juga: Sejarah Sumpah Pemuda, Cerita Persatuan Pemuda untuk Indonesia
Bendera Merah Putih juga digunakan tahun 1613 - 1645. Saat pemerintahan Sultan Agung, bendera ini menjadi bentuk lambang kekuatan dan perlindungan bagi prajurit, saat Kerajaan Mataram melawan VOC di Batavia.
Sisimangaraja IX dari Batak juga menggunakannya sebagai panji perang melawan Belanda.
Para pejuang Aceh juga menggunakan bendera warna putih dengan corak pedang, matahari, bulan sabit, dan ayat Al-Qur’an.
Bendera Merah Putih semakin populer digunakan sebagai panji perang pada 1825 - 1830. Pangeran Diponegoro menggunakannya saat melawan Belanda dalam perang gerilya.
Bendera Merah Putih juga dikibarkan oleh pemuda Indonesia tahun 1928, untuk membangkitkan rasa nasionalisme melawan penjajah.
Bendera Merah Putih dijadikan sebagai bendera kebangsaan Indonesia pada Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
Bendera yang dikibarkan pada Hari Kemerdekaan Indonesia itu dijahit oleh Ibu Fatmawati.
Sejarah Lagu Indonesia Raya
Kalau lagu kebangsaan kita, bagaimana sejarahnya, ya?
Pencipta lagu Indonesia Raya adalah Bapak Wage Rudolf Soepratman atau W.R. Soepratman.
Lagu Indonesia Raya pertama kali diperkenalkan oleh beliau pada Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928.
Bapak Wage Rudolf Soepratman merupakan komponis yang banyak menciptakan lagu untuk membangkitkan semangat nasionalisme untuk bebas dari penjajah.
Baca Juga: Wage Rudolf Supratman, Penggubah Indonesia Raya
Pihak Belanda saat itu tidak menyukainya, karena mereka menganggap lagu-lagu Indonesia Raya berbahaya jika berhasil membangkitkan nasionalisme bangsa Indonesia.
Bahkan, W.R. Soepratman juga tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya, karena ayahnya merupakan anggota KNIL, tentara Belanda yang terdiri dari rakyat pribumi.
Meski begitu, W.R. Soepratman tetap ingin memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan karya lagunya.
W.R. Soepratman wafat sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada 17 Agustus 1938.
Namun, karya lagu Indonesia Raya tetap menjadi lagu pembangkit semangat nasionalisme perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, beberapa perubahan lirik dilakukan agar sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia pada masa itu.
Setelah liriknya digubah, lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945.
Baca Juga: Inspirasi dari Sosok Dokter Cipto Mangunkusumo, Materi Belajar dari Rumah untuk SMP
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan pengetahuan seru, langsung saja berlangganan majalah Bobo dan Mombi SD. Tinggal klik di www.gridstore.id/
Atau teman-teman bisa baca versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di ebooks.gramedia.com
Cara Bersikap terhadap Barang yang Dipakai, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR