Bobo.id - Teman-teman tahukah kamu, ternyata 1 April adalah salah satu hari penting bagi Indonesia.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional, Hari Penyiaran Nasional diperingati setiap tanggal 1 April.
Keputusan Presiden tersebut ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Maret 2019.
Sehingga, tahun ini adalah Hari Penyiaran Nasional yang ke-89. Peran penyiaran bagi perkembangan teknologi dan informasi Indonesia tidak bisa dikesampingkan.
Dilansir dari National Geographic Indonesia, sejarah awal mula berkembangnya radio di Indonesia, dimulai sejak berdirinya Batavia Radio Vereniging (BRV) pada 16 Juni 1925 di Batavia (kini Jakarta).
Jaman dahulu, teknologi seperti radio belum berkembang dengan baik. Sehingga masyarakat Hindia Belanda merasa terpukau dengan adanya radio ini.
Pada tahun-tahun sebelum lahirnya BRV, masyarakat belum aktif menggunakan teknologi komunikasi jarah jauh.
Bahkan, siaran musik pertama di dunia lahir 6 tahun sebelum kemunculan radio di Hindia Belanda.
Lalu, bagaimana perkembangan penyiaran di Indonesia sejak zaman dahulu? Simak di sini!
Baca Juga: Sebelum Ada Radio, Bagaimana Prajurit Berkomunikasi Jarak Jauh?
Stasiun Radio Pertama di Indonesia
Sedangkan siaran radio pertama kali di dunia terjadi pada 24 Desember 1906, 19 tahun kemudian BRV dibuat di Hindia Belanda.
Atau dapat dikatakan, stasiun radio pertama di Indonesia lahir 29 tahun setelah pertama kali teknologi radio diciptakan oleh Guglielmo Marconi pada 1896.
Setelah masa pendudukan Jepang di Indonesia, radio-radio siaran Jepang mulai dikumandangkan pada tahun 1942.
Radio yang sebelumnya milik Belanda, lalu diambil alih kepemilikannya oleh Jepang dengan menyatukan radio-radio tersebut dengan satu komando.
Komando tersebut bernama Hoso Kanri Kyoku, yang berpusat di Jakarta dan memiliki cabang di Kota Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang, dengan nama Hoso Kyoku.
Namun siaran radio Jepang tersebut berhenti pada 19 Agustus 1945, bersaman dengan pengeboman di Hiroshima dan Nagasaki.
Setelah merdeka dari kependudukan Jepang, Indonesia mendengar berita melalui radio luar negeri bahwa Belanda akan kembali menduduki Indonesia.
Tokoh-tokoh yang pernah aktif dalam siaran radio pada masa kependudukan Jepang mulai menyadari peran penting radio dalam komunikasi rakyat dan pemerintah.
Baca Juga: Pilot Sering Mengucapkan Kata Roger, dari Mana Asal-usulnya, ya?
Radio Republik Indonesia
Oleh karena itu, para tokoh tersebut melaksanakan pertemuan pada 11 September 1945 di Jakarta, tepatnya di bekas gedung Raad Van Indje Pejambon.
Adapun tokoh-tokoh tersebut ialah Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudomomarto, Harto, dan Maladi.
Abdulrahman Saleh sebagai ketua delegasi dalam pertemuan tersebut mengusulkan untuk mendirikan stasiun radio di Indonesia. Tujuannya untuk memudahkan komunikasi antara pemerintah dan rakyat.
Akhirnya, pada hari itu didirikanlah Radio Republik Indonesia (RRI) yang meneruskan penyiaran di delapan stasiun di Jawa.
Kemudian, RRI dipersembahkan kepada Presiden dan Pemerintahan Republik Indonesia sebagai alat komunikasi dengan rakyat.
Perkembangan siaran radio telah membuka jalan terjadinya banyak perkembangan informasi di Indonesia, sehingga ada siaran televisi dan sebagainya.
Dilansir dari laman resmi Komisi Penyiaran Indonesia, berdirinya Solosche Radio Vereeniging (SRV) sebagai radio ketimuran pertama milik Bumiputera pada 1 April 1933, kemudian memicu hadirnya radio-radio lain adalah bukti bahwa negeri ini sanggup untuk berdiri di atas kakinya sendiri.
Kuis! |
Kapan pertama kali teknologi radio diciptakan? |
Petunjuk: Cek di halaman 2! |
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR