Bobo.id - Dalam materi Bahasa Indonesia kurikulum merdeka kelas VII SMP, teman-teman akan belajar tentang puisi rakyat.
Puisi rakyat ini akan berbeda dengan puisi modern yang mungkin sering teman-teman baca atau dengar.
Jenis puisi ini memiliki beberapa aturan khusus dalam pembentukannya.
Karena itu, setiap jenis puisi rakyat akan memiliki unsur pembentuk yang berbeda-beda.
Sebelum kita mengenali unsur dari puisi rakyat, mari berkenalan dulu dengan jenis puisi satu ini.
Puisi Rakyat
Puisi rakyat merupakan salah satu karya seni yang sudah berkembang lama di masyarakat Indonesia.
Bahkan keberadaan puisi rakyat ini sudah cukup lama dengan kekhasan yang berbeda-beda pada setiap wilayanya.
Jadi puisi rakyat adalah sebuah warisan bangsa berupa puisi, syair, pantun, dan gurindam.
Setiap jenisnya itu akan memiliki pesan moral, agama, dan juga budi pekerti.
Jadi puisi rakyat adalah salah satu sarana bagi orang terdahulu untuk menyampaikan banyak pesan dengan cara yang menarik.
Baca Juga: Mengenal Puisi Rakyat dari Ciri-ciri hingga Elemen Pembentuknya
Untuk penyebarannya, karena sudah ada sejak lama, puisi rakyat tentu tidak disebarkan dengan cara dicetak dalam sebuah buku.
Puisi ini disebarkan dari mulut kemulut hingga diketahui seluruh orang dalam satu wilayah, bahkan bisa menyebar lebih jauh.
Untuk mengenali tiga jenis puisi rakyat yang sudah disebutkan sebelumnya, berikut akan dijelaskan unsur-unsurnya.
Unsur-Unsur Pada Setiap Puisi Rakyat
1. Gurindam
Gurindam merupakan jenis puisi lama yang berasal dari India dengan asal kata kirindam, yang berarti mula-mula atau perumpamaan.
Pada jenis puisi lama ini akan lebih banyak dibagikan nilai agam dan juga moral.
Berikut akan dijelaskan unsur jenis puisi rakyat yaitu gurindam.
- Jumlah suku kata pada gurindam sekitar 10 hingga 14 kata.
- Dalam sebuah gurindam akan ada dua buah baris dalam satu baitnya.
Pada baris pertama akan diisi oleh suatu persoalan, masalah, atau perjanjian.
Baca Juga: Contoh Soal dan Pembahasan Materi tentang Puisi
Sedangkan baris kedua berisi jawaban, akibat, dari masalah di baris pertama.
- Gurindam juga akan memiliki rima yang sama atau bersajak A-A, B-B, dan seterusnya.
2. Pantun
Puisi rakyat lainnya adalah pantun yang disebut juga dengan puisi Melayu dan sudah menjadi salah satu budaya masyarakat Melayu.
Di Indonesia, pantun memiliki beberapa jenis nama yang berbeda, seperti tonton dalam bahasa Tagalok atau tuntun dalam bahasa Jawa.
Jenis puisi rakyat ini terdiri dari beberapa unsur pembentuk yang akan disebutkan berikut ini.
- Sebuah pantun akan dibuat dengan jumlah suku kata sebanyak delapan atau 12 kata.
- Pada satu buah pantun akan terdiri dari empat baris dalam satu bait.
Empat baris itu tediri dari baris satu dan dua berupa sampiran, serta baris tiga dan empat berupa isi.
- Rima pada pantung akan memiliki bentuk a-b-a-b.
3. Syair
Baca Juga: Mengenal Karya Sastra Puisi, Apa Perbedaan Puisi Lama dan Puisi Baru?
Jenis puisi rakyat lainnya adalah syair yang merupakan jenis puisi dari Persia lalu masuk ke Nusantara bersama dengan masuknya agama Islam.
Puisi ini berasal dari bahasa Arab yaitu syi'ir atau syu'ur yang berarti perasaan yang menyadari.
Jenis syair ini juga memiliki beberapa unsur pembentuk pada jenis puisi rakyat ini.
- Sebuah syair terdiri dari delapa hingga 14 suku kata.
- Pada setiap bait syair akan terdiri dari empat baris dimana semuanya adalah bagian isi.
- Rima pada syair akan memiliki sajak a-a-a-a.
Nah, itu tadi unsur pembentuk pada berbagai jenis puisi rakyat yang bisa teman-teman pelajari.
Baca Juga: Contoh Pantun Perpisahan, Beserta Pengertian, Unsur, dan Jenis Pantun
----
Kuis! |
Apa yang dimaksud dengan puisi rakyat? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Cara Bersikap terhadap Barang yang Dipakai, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | Kompas.com,kemendikbud.go.id |
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR