Bobo.id - Teman-teman, kita belajar mengenai suku bangsa Indonesia di Pulau Jawa, yuk!
Banyaknya suku di Indonesia ini disebabkan karena isolasi geografis yang menghasilkan beragam budaya dan bahasa.
Untuk memperluas wawasan kita, kita pelajari etnografi suku bangsa Indonesia, ya.
Definisi etnografi dapat berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa.
Teman-teman akan mendapatkan materi etnografi suku bangsa Indonesia pada pelajaran IPS, lo.
Nah, kita mulai menggali informasi mengenai etnografi suku bangsa Indonesia di Pulau Jawa dulu, ya!
Sebenarnya, di Pulau Jawa terdapat banyak suku, lo.
Contoh suku terbesar di Jawa adalah Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku Madura.
Dalam artikel ini, kita belajar etnografi suku tradisional di pedalaman Jawa, ya.
Contohnya adalah Suku Tengger, Suku Badui, dan Suku Bawean.
Etnografi Suku Tengger
Baca Juga: Mengenal Keberagaman Suku di Indonesia, Ini Suku di Nusa Tenggara dan Penjelasannya
Suku Tengger atau juga disebut orang Tengger atau wong Brama adalah suku yang mendiami dataran tinggi sekitaran kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia.
Penduduk suku Tengger menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang.
Ada tiga teori asal nama Suku Tengger, yaitu:
1. Tengger berarti berdiri tegak atau berdiam tanpa gerak, yang melambangkan watak orang
2. Tengger yang berbudi pekerti luhur, yang harus tercermin dalam segala aspek kehidupan.
3. Tengger bermakna pegunungan, yang sesuai dengan daerah kediaman suku Tengger.
Leluhur Suku Tengger diyakini bernama, yakni Rara Anteng dan Jaka Seger, di mana nama keduanya digabung menjadi Tengger.
Agama asli orang Tengger kemungkinan adalah sejenis campuran agama hindu-buddha zaman Majapahit dengan beberapa elemen pemujaan kepada leluhur, berbeda dengan agama Hindu Dharma dari Bali.
Bedanya, Suku Tengger tidak menerapkan sistem kasta dalam kehidupan sehari-hari seperti kepercayaan hindu-buddha zaman dulu.
Bagi suku Jawa Tengger, Gunung Bromo atau Gunung Brahma dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.
Suku ini dipimpin oleh seorang pandhita atau tetua adat yang berfungsi juga sebagai pemimpin ritual suci.
Baca Juga: Keberagaman Suku di Indonesia, Ini Daftar Suku di Bali dan Penjelasannya
Masyarakat suku Tengger hidup secara menetap, bukan nomaden.
Mereka sudah banyak bersosialisasi dengan masyarakat lainnya dan bisa menggunakan teknologi modern, seperti kendaraan bermotor, radio, dan TV.
Etnografi Suku Badui
Suku Badui merupakan masyarakat adat dan sub-etnis dari suku Sunda di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Suku Badui adalah suku yang menetap, meski pada awalnya mereka hidup nomaden. Suku Badui tersebar paling banyak di Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo Banten.
Populasi mereka saat ini sekitar 26.000 orang, mereka merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menutup diri mereka dari dunia luar.
Sebenarnya, Badui termasuk dalam suku Sunda, mereka dianggap sebagai suku Sunda yang belum terpengaruh modernisasi atau kelompok yang hampir sepenuhnya terasing dari dunia luar.
Sebutan "Badui" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Oia, menurut KBBI, pengejaan yang tepat adalah Badui, bukan Baduy, teman-teman.
Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Sunda dialek Badui. Walau begitu, mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan penduduk luar, lo.
Orang Badui atau disebut Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka.
Baca Juga: Keberagaman Budaya: Mengenal Pengertian Rumah Adat, Fungsi, dan Contoh
Masyarakat Badui cara mereka sendiri untuk belajar, yakni mengamati alam sekitar, teman-teman.
Suku Badui terbagi menjadi tiga kelompok sosial tangtu, panamping, dan dangka .
Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Badui Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yang memiliki ciri-ciri pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua (warna tarum) serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.
Sebagian peraturan yang dianut oleh Orang Kanekes Dalam antara lain:
- Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
- Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
- Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
- Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
- Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Masyarakat Kanekes Luar terdiri dari kelompok panamping dan dangka yang berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna biru gelap (warna tarum).
Badui Kanekes Luar inilah yang banyak berkomunikasi dengan orang luar, menggunakan teknologi, dan bersekolah.
Baca Juga: 7 Suku Asli Indonesia yang Mampu Bertahan Tanpa Mengikuti Modernisasi, Apa Saja?
Orang Badui adalah keturunan Suku Sunda asli yang tidak terpengaruh agama hindu-buddha dan islam selama zaman kerajaan.
Mereka memiliki keyakinan turun temurun yang dikenal dengan keyakinan kabuyutan Jati Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan.
Etnografi Suku Bawean
Suku Bawean juga dikenal dengan Boyan atau Bhebien adalah salah satu suku bangsa yang berasal dari Pulau Bawean.
Suku ini merupakan campuran dari orang Madura, Melayu, Jawa, Banjar, Bugis, dan Makassar yang hidup selama ratusan tahun di pulau Bawean.
Orang-orang Bawean merupakan satu kelompok kecil dari masyarakat Kepulauan di utara Jawa yakni Pulau Bawean.
Pulau Bawean terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak.
Masyarakat Pulau Bawean dulunya adalah orang yang suka bermigrasi atau nomaden, sehingga di pulau ini terdapat begitu banyak suku, yang akhirnya bergabung menjadi satu.
Suku Bawean bisa berbahasa Indonesia dan Madura, juga sebagian bisa berbahasa Jawa.
Sebagian besar anggota suku memeluk agama Islam, karena banyak tokoh pembesar Islam yang menjadi anggota suku generasi pertama.
Suku Bawean cukup akrab dengan penggunaan teknologi modern. Sayangnya, jumlah Suku Bawean terus turun karena generasi muda mereka memiliki menetap di luar pulau dan melupakan kebudayaan asli Bawean.
Baca Juga: Daftar Suku-Suku Besar yang di Pulau Jawa dan Penjelasannya
----
Kuis! |
Siapa nama dua orang yang dipercaya sebagai leluhur Suku Tengger? |
Petunjuk: Cek halaman 2! |
Tonton video ini juga, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Niken Bestari |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR