Bobo.id - Demokrasi diterapkan di berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menemukan solusi dari masalah yang terjadi.
Indonesia termasuk negara yang menerapkan demokrasi dalam menjalankan pemerintahannya.
Ada beberapa jenis demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu demokrasi liberal, terpimpin, dan demokrasi Pancasila.
Nah, kali ini kita akan belajar tentang masa-masa di saat Indonesia menerapkan demokrasi liberal. Kapan demokrasi liberal berlaku di Indonesia?
Yuk, cari tahu kunci jawaban dan penjelasan lengkapnya dari artikel berikut ini!
Apa itu Demokrasi Liberal?
Demokrasi liberal adalah sistem politik yang melindungi hak individu dari kekuasaan pemerintah, secara konstitusional.
Dalam demokrasi liberal, keputusan mayoritas akan diberlakukan untuk sebagian besar kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan.
Tujuan dilakukan kebijakan seperti di atas adalah supaya tidak melanggar kemerdekaan serta hak tiap individu masyarakatnya.
Demokrasi liberal merupakan sistem politik dengan banyak partai. Adapun kekuasaan politik dipegang oleh politisi sipil yang berpusat di parlemen.
Konsep demokrasi ditandai dengan posisi badan legislatif lebih tinggi dibandingkan badan eksekutif.
Baca Juga: 6 Proyek Mercusuar pada Masa Demokrasi Terpimpin yang Digagas oleh Presiden Soekarno
Kapan Demokrasi Liberal Berlaku?
Dilansir dari kemdikbud.go.id, demokrasi Liberal dengan kabinet parlementer mulai berlaku di Indonesia pada tahun 1950.
Penetapan demokrasi liberal ini bersamaan dengan pengesahan digantikannya UUD RIS (Republik Indonesia Serikat) menjadi UUD Sementara 1950.
Berdasarkan catatan Kompas.id, pada masa demokrasi liberal dengan sistem parlementer, pemerintah Indonesia didominasi oleh kekuatan Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, terjadi juga ketidakstabilan politik yang menyebabkan pergantian kabinet dalam waktu yang singkat.
Dalam periode waktu dari tahun 1950 sampai 1959, Indonesia mengalami pergantian kabinet hingga 7 kali, karena masing-masing partai tidak saling percaya.
Dengan adanya pergantian kabinet ini, pemerintah daerah kurang mendapat perhatian, tuntutan dari daerah sering tidak didengar, dan muncul sifat kedaerahan.
Selain itu, pemilu yang diselenggarakan pada tahun 1955 terjadi dua kali, yaitu sebagai berikut.
- Tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR atau Parlemen
- Tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggta Dewan Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar)
Ketidakberhasilan Konstituante dalam menjalankan tugasnya mendorong pemerintah untuk segera bertindak agar kekacauan politik segera diatasi.
Baca Juga: Contoh Soal dan Pembahasan Penerapan Demokrasi Pancasila di Indonesia
Presiden Soekarno berpidato di depan Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
Dekrit Presiden 1959
Oleh karena banyaknya kekurangan yang terjadi pada saat demokrasi liberal dengan sistem parlementer berlaku, akhirnya Indonesia berupaya menggantinya dengan demokrasi Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin yang sudah dirintis pada 1957, sebenarnya baru resmi berjalan sejak 1959, ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.
Adapun Dekrit Presiden dikeluarkan pada saat jalannya pemerintahan Indonesia mengalami ketidakstabilan.
Dilansir dari Kompas.com, bunyi dari Dekrit Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut.
1. Dibubarkannya Konstituante
2. Diberlakukannya kembali UUD 1945
3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950
4. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakuakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Jadi, berlakunya Demokrasi Terpimpin menjadi titik akhir berlakunya UUDS 1950.
----
Kuis! |
Berapa kali pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal? |
Petunjuk: cek di halaman 2! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan dunia satwa? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo dan Mombi SD.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR