Pada periode ini, rakyat melakukan pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dan badan konstituante di tahun 1955. Sistem demokrasi parlementer berakhir ketika Presiden Soekarno merilis Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Kelebihan demokrasi parlementer adalah pembuatan/perumuman kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi persetujuan antara eksekutif dan legislatif yang berada pada satu partai.
Kelemahan demokrasi parlementer adalah kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat mudah berubah karena sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
2. Tahun 1959 - 1965 (Demokrasi Terpimpin)
Tahun 1959 demokrasi parlementer diubah menjadi demokrasi presidensial, karena UUD 1945 diberlakukan kembali.
Demokrasi presidensial ini membuat seluruh tanggung jawab pemerintahan ditanggung oleh presiden Indonesia.
Saat itu MPR dan DPR baru mulai dibentuk untuk sementara tanpa menggunakan pemilihan umum. Di masa ini kekuasaan seolah berada sepenuhnya di tangan presiden, karena itulah dikenal juga dengan demokrasi terpimpin.
Kelebihan demokrasi terpimpin adalah meningkatnya integritas nasional, konflik dan perbedaan pendapat dapat diminimalisir dengan keputusan cepat dari seorang presiden.
Demokrasi terpimpin juga membentuk banyak lembaga kenegaraan yang dapat mendukung kebijakan seperti DPR-GR, MPRS, dan lain sebagainya.
Kelemahan demokrasi terpimpin adalah melemahnya otonomi daerah, hak rakyat dalam bersuara sangat dibatasi, dan melemahnya lembaga legislatif.
3. Tahun 1965 - 1998 (Demokrasi Pancasila Orde Baru)
Baca Juga: 19 Contoh Sikap dan Perilaku Demokrasi di Lingkungan Masyarakat, Apa Saja?
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Niken Bestari |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR