Bobo.id - Apa yang terjadi jika seorang pelukis ternama tiba-tiba tidak bisa lagi melukis?
Dongeng anak hari ini akan mengisahkan tentang seorang pelukis ternama bernama Vincent Dubois.
Sayangnya kemampuan melukisnya hilang karena ia mengalami amnesia setelah terjatuh dari kuda di pertandingan polo.
Bagaimana dengan lukisan-lukisan yang harus ia selesaikan, ya? Kita cari tahu kelanjutan kisahnya di dongeng anak hari ini, yuk!
Pelukis yang Tak Bisa Melukis
Cerita oleh: Dwi Pujiastuti
Vince membuka matanya. Terasa berat. Dia coba menggerakkan anggota tubuhnya. Terasa sakit luar biasa. Vince merintih sambil memandang ke sekeliling ruangan. Kamar itu tampak mewah. Vince merasa asing berada di sana.
“Tuan Vincent sudah sadar?” sapa seorang lelaki tua menghampiri Vince.
Vincent? Lelaki itu memanggilku Vincent? Tanya Vince dalam hati.
“Siapa kau?” tanya Vince dengan suara parau.
“Masa Tuan Vincent lupa padaku? Aku Edward, pelayan Tuan! Tadi Tuan jatuh dari kuda saat pertandingan polo. Menurut Dokter, Tuan tak apa-apa. Hanya sedikit luka memar di tangan, kaki, dan kepala. Tuan hanya perlu beristirahat cukup agar cepat pulih,” jelas Edward panjang lebar.
Baca Juga: Dongeng Anak: Jen Hsiu #MendongenguntukCerdas
Vince masih bingung, dia tak ingat apa-apa. Beberapa orang datang menjenguk, tetapi Vince sama sekali tak mengenal mereka. Ada pengusaha, pejabat, walikota, gubernur sampai menteri kerajaan. Semua membicarakan pameran lukisan. Vince semakin bingung dan tidak bisa mengingat apa-apa. Dokter bilang ia terkena amnesia akibat benturan keras di kepalanya.
Saat akhirnya Vince bisa bangun dari tempat tidurnya, tak sengaja pandangannya tertumbuk pada sebuah foto di atas meja. Tampak seorang pemuda yang mirip dirinya sedang memegang kuas. Di hadapannya terbentang sebuah kanvas.
“Wah, gagah sekali aku. Seperti seorang pelukis hebat!” Ups, tiba-tiba dia teringat percakapan orang-orang yang datang menjenguknya. Mereka selalu membicarakan lukisan. Vince memandang ke sekeliling kamar. Lukisan tergantung di mana-mana. Jangan-jangaaan… aku seorang pelukis! Tebak Vince dalam hati.
Dengan jantung berdebar-debar, Vince mengambil secarik kertas dan sebatang pena. Ia coba mencoret-coret sesuatu di atas kertas itu. Tetapi coretan-coretan itu sama sekali tak bermakna. Tak ada bentuknya. Vince putus asa.
“Kalau aku seorang pelukis, kenapa aku tak bisa melukis?” Vince bertanya-tanya.
Vince membuka lemari pakaiannya. Dia sibuk mencari barang-barang yang dapat mengingatkannya akan jati dirinya. Vince membuka laci meja dan menemukan buku harian! Ia mulai membaca buku itu.
21 Januari 1903
Inilah pameran lukisanku yang pertama. Pembukaannya dihadiri beberapa tamu penting di negeri ini. Mereka orang-orang terkenal dan kaya. Mereka memesan lukisanku sampai ludes tak tersisa. Aku memang pelukis yang hebat. Aku pelukis berbakat!
Tadi kulihat Ron datang ke pameran lukisanku. Dia mengucapkan selamat. Ah, tentu Ron hanya pura-pura. Dia pasti iri dengan keberhasilanku. Meski pun Ron pandai melukis sepertiku, tapi dia tak pernah sesukses aku.
Vince terus membaca buku harian itu dari awal sampai selesai. Ternyata Ron adalah adik kandungnya. Namun, ia selalu menganggap Ron sebagai saingannya, bukan sebagai saudaranya.
Ron tinggal di desa. Sedangkan Vince yang kaya raya karena hasil penjualan lukisannya hidup di kota. Sudah bertahun-tahun lamanya Vince tidak pulang ke desa. Tiba-tiba Vince penasaran. Kenapa dia membenci Ron?
Baca Juga: Dongeng Anak: Hadiah yang Sederhana #MendongenguntukCerdas
Keesokan harinya, Vince meminta Edward, pelayannya, menjemput Ron ke kota. Edward bingung, sebab Vince bahkan tidak suka membicarakan adik kandungnya.
Akhirnya Edward menemui Ron dan menjelaskan kepadanya,
“Tuan Vince amnesia. Saya mohon Tuan Ron bersedia tinggal di rumah Tuan Vince sampai ingatannya pulih.”
Akhirnya Ron datang ke rumah Vince bersama keluarganya. Ron memiliki seorang istri yang manis dan tiga orang anak yang lucu-lucu. Di desa, Ron bekerja sebagai pelukis jalanan. Di samping itu dia mengolah ladang gandum. Ron dan keluarganya tampak sangat sederhana, namun mereka kelihatan bahagia. Sangat jauh berbeda dengan keadaan Vince yang hidup mewah dalam kesendiriannya.
Anak-anak Ron sangat bangga pada Vince. Mereka bilang Paman Vincent pelukis yang hebat. Vince sangat senang bermain dengan keponakan-keponakannya. Kehadiran mereka membuat rumahnya ramai dan ceria.
Selain itu, Ron dan istrinya ternyata sangat ramah dan menyenangkan. Vince makin tak mengerti. Mengapa dalam diarinya dia menulis bahwa dia sangat membenci Ron?!
Suatu hari, datang Pak Malory ke rumah Vince. Dia penyelenggara pameran lukisan. Dia meminta Vince menyelesaikan beberapa lukisan terakhirnya.
“Bukankah minggu depan kau bakal mengadakan pameran lukisan? Undangan sudah disebar, orang-orang penting di negeri ini akan datang! Cepat selesaikan lukisan-lukisan itu!” pinta Pak Malory setengah memaksa.
Vince tak sanggup menolak permintaan itu. Dia tak mungkin berterus terang bahwa kemampuan melukisnya telah hilang. Berhari-hari Vince mengurung diri di dalam kamar, namun lukisan itu tak juga selesai. Sepanjang hari Vince hanya dapat memandangi lukisan-lukisan setengah jadi itu tanpa dapat berbuat apa-apa.
Besok Pak Malory akan datang menagih lukisan-lukisan itu. Vince putus asa. Dia pergi meninggalkan rumah, berkelana keliling kota berhari-hari lamanya.
Akhirnya Vince pasrah. Dia akan kembali dan mengaku pada semua orang bahwa dia tak bisa melukis lagi.
Baca Juga: Dongeng Anak: Guru Sakti dari Gunung Lao #MendongenguntukCerdas
“Aku pelukis yang tak bisa melukis!” gumam Vince sedih.
Saat Vince sampai di balai kota, Vince terkejut melihat balai kota yang sangat ramai. Di depan balai kota, terpampang spanduk raksasa. Pameran Lukisan Vincent Dubois. Vince baru ingat, hari ini, kan, pameran lukisannya!
Vince buru-buru masuk ke dalam balai kota. Orang-orang malah menyambutnya dengan tepuk tangan yang meriah.
“Hebat kau, Vince, lukisanmu memang luar biasa!” ucap Pak Malory bangga.
Vince kaget melihat lukisan-lukisannya yang telah selesai dan sangat indah. Vince melihat Ron dan keluarganya berdiri di tengah keramaian pengunjung. Ron tersenyum kepadanya. Vince yakin, Ron-lah yang telah menyelesaikan semua lukisannya.
Vince berlari ke arah Ron, namun kakinya tersandung. Vince jatuh terjerembab. Kepalanya membentur lantai. Para pengunjung langsung menjerit kaget dan mengerumuninya. Vince pingsan beberapa saat lamanya. Tak lama kemudian, Vince membuka mata.
“Apa yang terjadi?” gumam Vince lirih.
Dokter pribadi Vince menghampirinya.
“Kau sudah sadar, Vince? Kau ingat siapa namamu?” tanya Dokter.
“Tentu. Aku Vincent Dubois, aku seorang pelukis!”
“Wah, selamat! Ingatanmu telah pulih!” ujar Dokter gembira.
Baca Juga: Dongeng Anak: Peri Ular dan Cermin Ajaib #MendongenguntukCerdas
Vince langsung mengambil sebuah kanvas kosong dan cat minyak. Para pengunjung heran melihatnya. Vince melukis di atas kanvas itu. Dalam waktu sekejap, kanvas itu telah penuh terisi lukisan cat minyak yang indah.
“Aku bisa melukis lagi!” pekik Vince gembira.
Para pengunjung saling bertatapan bingung. Tiba-tiba Vince teringat pada Ron dan keluarganya. Dia mencari mereka di sekeliling balai kota, tetapi Vince tak dapat menemukannya. Vince berlari pulang ke rumahnya. Sesampainya di sana, Ron dan keluarganya telah siap naik ke atas kereta kuda. Mereka akan segera kembali ke desa.
“Ron, tunggu! Jangan pergi!” cegah Vince.
Ron terkesiap,
“Tetapi ingatanmu sudah pulih, Kak. Buat apa aku ada di sini?”
Tiba-tiba Vince langsung menangis dan memeluk Ron erat.
“Tetaplah bersamaku, Ron. Kau dan keluargamu adalah kebahagiaan yang kucari selama ini. Maaf, Ron, kalau selama ini aku membencimu. Aku baru ingat sekarang, itu karena aku selalu iri padamu.”
“Apa maksud Kakak? Kakak memiliki segalanya, kenapa malah iri padaku?”
“Tetapi aku tak punya kedamaian dan kebahagiaan seperti yang kau miliki, Ron. Kekayaan, ketenaran, dan kedudukanku yang terhormat tak pernah bisa menandinginya. Aku minta maaf, Ron!”
Ron membalas pelukan erat kakaknya.
Baca Juga: Dongeng Anak: Pippo dan Gato #MendongenguntukCerdas
“Aku juga minta maaf, Kak! Selama ini aku salah sangka. Aku kira Kakak malu memiliki adik yang miskin dan tak sukses sepertimu. Karena itu aku segan mengunjungimu,”
Istri dan anak-anak Ron berhamburan keluar dari kereta kuda. Mereka langsung memeluk Ron dan Vince.
“Kami mencintaimu, Paman!” seru ketiga keponakan Vince.
Vince amat bahagia. Diajaknya Ron dan keluarganya kembali ke balai kota. Di sana, Vince memberitahu semua pengunjung bahwa lukisan-lukisan terakhirnya diselesaikan oleh Ronald Dubois, adiknya.
Para pengunjung kaget sekaligus terkesan pada keterampilan Ron yang tak kalah hebat dari kakaknya. Mereka juga memuji kejujuran Vince. Pak Malory meminta Ron mengumpulkan lukisan-lukisannya. Pak Malory berniat mengadakan pameran lukisan untuk Ron. Ron pun menjadi pelukis terkenal seperti Vince.
Vince menulis dalam buku hariannya sambil tersenyum.
Aneh rasanya menjadi pelukis yang tak bisa melukis. Namun, lebih aneh lagi menjadi orang yang membenci saudaranya sendiri. Sebab saat kita kesulitan, saudara kitalah yang pertama kali mengulurkan tangan.
Vince menutup buku hariannya. Dia menatap keluar jendela. Anak-anak Ron telah menunggunya di halaman. Mereka akan pergi memancing di danau. Tentu hari ini dan hari-hari berikutnya akan dilalui Vince dengan penuh sukacita.
Baca Juga: Cerita Misteri: Misteri Putri dengan Payung Geulis #MendongenguntukCerdas
#MendongenguntukCerdas
Tonton video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR