Dilansir dari Kompas.com, sistem tanam paksa berlaku di Nusantara pada tahun 1830 sampai 1870.
Sistem tanam paksa dihentikan pada tahun 1870 karena telah membuat rakyat Hindia Belanda (Indonesia) sengsara, karena tanah dan tenaganya dieksploitasi untuk kepentingan Belanda.
Selain itu, dalam praktiknya, banyak terjadi penyelewengan yang dilakukan oleh pejabat pribumi.
Penyebab terjadinya penyelewengan adalah karena tingginya target yang ditetapkan oleh penguasa lokal dari bupati hingga pejabat di bawahnya.
Pemerintah Hindia Belanda resmi menghentikan sistem tanam paksa berdasarkan terbitnya UU Agraria dan UU Landreform.
Berikut ini, beberapa ketentuan Tanam Paksa yang termuat di dalam Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No.22.
1. Penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Waktu dan pekerjaan yang dilakukan untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Tanah yang disediakan untuk tanaman Tanam Paksa dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
5. Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda.
Baca Juga: Cara Jepang Menarik Rakyat Indonesia untuk Bergabung dalam Romusha
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR