Bobo.id - Planet Bumi yang kita tinggali hanya memiliki satu buah satelit alami. Kita sering menyebutnya Bulan.
Satelit adalah benda yang tertangkap di medan gravitasi planet dan mengitari planet itu karena ada gravitasi.
Dari delapan planet di tata surya, ada dua planet yang tidak punya satelit alami, yakni Merkurius dan Venus.
Sementara itu, keenam planet lain punya satelit alami. Bahkan, ada juga yang jumlahnya sampai ratusan, lo.
Misalnya, Planet Jupiter yang memiliki 95 satelit alami dan Saturnus punya 145 satelit alami. Wah, banyak, ya!
Menariknya, beberapa planet luar pernah dikabarkan mengalami penambahan jumlah pada satelit alaminya.
Namun, ini tidak terjadi pada Bumi. Hmm, mungkinkah ada Bulan lain sebagai satelit Bumi di masa depan?
Teori Terbentuknya Bulan
Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu tahu terlebih dahulu tentang asal muasal terbentuknya Bulan.
Ada dua teori yang menjelaskan asal usul Bulan. Pertama, planet bertabrakan dan kemudian jadi terpecah.
Pecahan dari tabrakan ini melayang di ruang angkasa, tertangkap gaya tarik planet, dan jadi satelit alami.
Baca Juga: Mengenal Ploonet, Bulan yang Berubah Menjadi Planet di Alam Semesta
Satelit alami Bumi diperkirakan berasal dari tabrakan antara Bumi dan Theia, objek seukuran planet Mars.
Tabrakan Bumi dan Theia menghasilkan puing yang kemudian mengitari Bumi, lalu berkumpul membentuk Bulan.
Teori kedua berasal dari tertangkapnya asteroid yang kebetulan sedang melintas di medan gravitasi suatu planet.
Asteroid adalah benda tata surya yang mengitari Matahari. Ukurannya mulai dari 10 meter sampai 530 kilometer!
Karena ukurannya lebih kecil dari planet, maka asteroid bisa saja tertangkap gaya tarik planet saat melintas.
Kalau sampai tertangkap, maka gerak asteroid itu akan melambat dan kemudian mengitari suatu planet itu.
Mungkinkah Terbentuk Bulan Baru?
Siapa sangka, ternyata planet kita mungkin saja memiliki satelit alami lain pada masa depan, teman-teman.
Ini bisa terjadi jika ada asteroid yang melintas di sekitar orbit Bumi dalam perjalanan mengitari Matahari.
Sayangnya, karena ukuran asteroid yang sangat kecil, kita tidak bisa mengamatinya di malam hari.
Perlu diperhatikan, satelit alami Bumi yang dimaksud di sini tidak seperti Bulan yang berukuran besar, ya.
Baca Juga: NASA Temukan Ukuran Bulan Makin Kecil dan Menyusut, Apa Penyebabnya?
Untuk membentuk Bulan baru seperti yang ada saat ini, maka dibutuhkan peristiwa tabrakan besar.
Pengamatan menyebut, sampai satu miliar tahun ke depan, tidak ada benda langit besar yang menabrak Bumi.
Jadi, kemungkinan kita tidak akan melihat Bulan baru yang berukuran besar dalam waktu dekat.
Kalaupun tabrakan ini terjadi, manusia dan makhluk hidup lain di Bumi mungkin akan punah karena tabrakan ini.
Apa yang Terjadi Jika Ada Dua Bulan?
Ahli astronomi Neil F. Comins pernah mencoba meneliti tentang hal yang mungkin terjadi jika ada dua Bulan.
Hasil penelitiannya, jika ada dua Bulan yang mengelilingi Bumi, maka kehidupan di dalamnya akan terpengaruh.
Kalau ada dua Bulan yang mengelilingi Bumi, tinggi air pasang di laut bisa meningkat sampai enam kali lipat!
Tak hanya itu, frekuensi gempa bumi dan aktivitas vulkanik di kawasan sekitar gunung juga akan meningkat.
Banyaknya debu dan senyawa kimia yang menghujani Bumi juga bisa menyebabkan kepunahan massal.
Nah, itulah informasi terkait kemungkinan adanya Bulan baru di masa depan. Semoga bisa bermanfaat, ya.
Baca Juga: Ada Gaya Gravitasi, Mengapa Bulan Tidak Jatuh ke Bumi? Ini Penjelasannya
----
Kuis! |
Apa saja planet yang tidak memiliki satelit alami? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Contoh Bentuk Kesenian Tradisional di Indonesia, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | Kompas.com,Live Science |
Penulis | : | Fransiska Viola Gina |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR