Awal bulan Mei kemarin, ada badai geomagnetik G5 yang jarang terjadi dan merupakan badai terkuat yang melanda Bumi sejak Halloween tahun 2003.
Akibat badai ini, cahaya aurora yang biasanya hanya terlihat di daerah lintang tinggi, berpindah ke arah khatulistiwa.
Hal ini juga menyebabkan cuaca antariksa, seperti badai geomagnetik yang mengancam satelit, sistem komunikasi, dan infrastruktur listrik di Bumi.
Aurora dapat terlihat di planet lain seperti Jupiter, Saturnus, dan Uranus.
Yap, planet harus memenuhi syarat berupa atmosfer dan medan magnet agar dapat mengalami fenomena aurora.
Oleh karena itu, para astronom menemukan adanya aurora yang terlihat di planet ekstrasurya pada tahun 2018.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa ketika angin matahari berinteraksi dengan rotasi planet, maka akan menghasilkan ukuran untuk memantau struktur utama aurora.
Fenomena aurora di berbagai planet dapat berfungsi untuk memudahkan astronom memahami kondisi magnet Bumi dan tata surya yang luas.
Mengapa Aurora Hanya Terjadi di Kutub?
Bersumber dari Livescience, aurora dapat muncul di langit ketika partikel-partikel bermuatan yang berasal dari Matahari menabrak molekul oksigen dan nitrogen di atmosfer.
Proses ionisasi tersebut menghasilkan sinar yang hanya dapat dilihat di lintang utara yang tinggi, dan mempunyai warna yang bervariasi.
Baca Juga: Benarkah Ribuan Gunung Api di Planet Venus dalam Kondisi Aktif? Ini Faktanya
Source | : | space.com |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR