Dengan mulut masih mengunyah cokelat, Luna bergerak memasukkan bungkus cokelat ke dalam tong sampah. Namun sedetik kemudian dia berhenti. Ada yang menarik perhatiannya di dalam tong sampah di rumah pohon Taras. Segumpal kertas yang sudah diremas-remas, berlapiskan cat warna-warni. Luna mengambilnya. Lalu membuka remasan kertas itu. Kepalanya pun langsung miring ke kiri, sementara keningnya berkerut bingung.
"Ini... gambar apa, sih? Bebek? Atau kodok?" Luna bertanya bingung.
Dari kesibukannya main scrabble bersama Ota, Kiria mendongak. Begitu sadar apa yang ada di tangan Luna, Kiria langsung menghambur, merebut kertas itu. "Kucing!" cetusnya kesal.
"Kucing? Ini? Kok, enggak mirip kucing?" tanya Luna tak percaya. "Kamu yang gambar?"
Kiria langsung mencubit Luna gemas. "Uuuh! Luna nih, meledek aja!"
Luna terkikik geli sambil berusaha menghindari cubitan Kiria.
"Kamu lagi kenapa sih, Kiria? Aku perhatikan, beberapa hari ini kerjanya menggambar melulu," tanpa mengangkat wajahnya dari buku yang tengah dibaca, Taras bertanya.
"Aku lagi ikut les menggambar komik," sahut Kiria bangga.
"Les gambar komik? Dimana?" tanya Luna heran.
"Ada, deh! Di dekat sekolahan, kok! Eggak terlalu mahal. Yang ngajar orang Jepang asli lagi!"
Kertas bergambar "kucing" itu sudah berada di tangan Ota. Ota mengerutkan keningnya, sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di dagu. "Tapi... melihat hasil gambar Kak Kiria... biarpun enggak terlalu mahal, kayaknya Kak Kiria cuma buang-buang uang, deh!"
"Otaaa!!!" Kiria langsung menjerit gemas. Sedetik kemudian dia sudah mengejar-ngejar Ota yang tertawa-tawa geli.
***
Ya. Kiria memang sedang ikut les menggambar komik. Gara-garanya, Kiria memang sedang senang-senangnya membaca komik. Tetapi, karena sering kesal menunggu komik terbaru terbit, Kiria jadi mulai berpikir untuk membuat komik sendiri. Kalau membuat komik sendiri, kan tak perlu menunggu lanjutan cerita! Begitu pikir Kiria.
Namun, masalahnya, akhir-akhir ini dia mulai putus asa. Masalahnya, kursus sudah berjalan dua bulan, gambar Kiria tak kunjung membaik. Kalau begini caranya, jangan-jangan sepuluh tahun belajar pun mungkin Kiria tetap tak akan bisa menggambar komik! Sungguh menjengkelkan!
Dan tahu apa yang lebih menjengkelkan? Tugas-tugas yang harus diselesaikannya makin lama semakin susah. Padahal, kemampuan Kiria tidak juga bertambah. Memikirkan tugas yang harus dibuatnya, Kiria menghela napas putus asa. Menggambar satu karakter komik dari segala arah. Coba bayangkan! Menggambar dari satu arah saja sudah bikin Kiria pusing. Apalagi dari segala arah? Kiria menatap air hujan yang tak berhenti turun dari langit. Dia berdiri di teras tempat kursus dengan muram.
"Kok, belum pulang?" terdengar teguran seseorang.
Yang seorang memakai kalung bergambar kilatan petir, dan yang seorang berambut jabrik. Sean dan Simon. Kalau tak salah, itulah nama mereka.
"Iya, lagi nunggu jemputan," sahut Kiria.
"Gimana? Udah tahu mau menggambar apa buat tugas besok?" tanya anak yang bernama Simon.
Kiria menggeleng murung. "Kayaknya aku enggak masuk, deh," sahutnya setengah bergumam.
"Lo, kenapa?" tanya Simon heran.
"Pasti karena enggak mau bikin tugas," terdengar sahutan yakin Sean.
Kiria melirik Sean sewot. Entah kesal karena dia sok tahu, atau karena dia bisa menebak dengan tepat. Tetapi, belum sempat Kiria buka mulut, sebuah sedan warna hitam sudah mengklakson. Mama. Kiria pun membatalkan niatnya.
"Eeh! Aku udah dijemput. Duluan ya!" dia melambai ke keduanya, lalu masuk ke dalam mobil.
***
Dua minggu berlalu. Di dalam ruangan kursus, Kiria menatap kertas di depannya dengan tak percaya. Selembar kertas gambar tergeletak di depannya. Diberikan kepada gurunya sekitar lima detik yang lalu. Awalnya Kiria mengira gurunya itu telah salah membaca nama. Sampai saat dia membaca namanya sendiri tertera di sudut kiri atas, tepat di samping nilai "Excellent!" yang dituliskan oleh guru kursusnya.
Ini tidak mungkin! Kiria kan tidak mengumpulkan tugas! Dia bahkan tak masuk di hari itu. Bagaimana mungkin ada kertas tugas bernilai excellent beratasnama dirinya? Kiria menggaruk-garuk kepalanya bingung.
Sejenak, dia hendak maju ke depan untuk mengatakan bahwa kertas itu bukan miliknya dan dia tidak tahu siapa yang menggambar. Tapi sang guru sudah mengumumkan bahwa kursus hari itu berakhir. Kiria pun membatalkan niatnya. Menurutnya, ada yang lebih penting untuk diketahui. Siapa orang yang begitu rajin membuatkan gambar untuknya!
***
Beberapa waktu kemudian, di dalam rumah pohon Taras, selembar komik misterius itu sudah berpindah dari tangan ke tangan.
"Wooow! Bagus banget!" Ota berdecak kagum. "Ini baru berbakat membuat komik! Enggak seperti Kak Kiri...," Ota tak menyelesaikan kalimatnya, begitu melihat Kiria mendelik sewot padanya. Ota cengengesan dan menggaruk kepala sambil memberikan kertas itu pada Luna.
Luna memiringkan kepalanya, mengamati gambar komik itu. Seorang cewek berambut nge-bob dan bermata sipit. Cewek itu cantik sekali. "Tahu tidak. Aku kenal cewek dalam gambar ini!" cetus Luna.
"Oh ya? Siapa?" tanya Kiria penasaran.
"Kamu!" sahut Luna sambil tersenyum.
Mata sipit Kiria terbelalak kaget. "Masa, sih?" tanyanya tak percaya.
Taras menyambar kertas itu dari tangan Luna. "Betul kata Luna. Ini memang kamu," sahutnya menyetujui.
"Tapi yang kita cari kan bukan siapa cewek yang digambar dalam komik itu. Yang kita cari adalah, siapa yang menggambar komik itu!" seru Ota sok dewasa, mengingatkan Geng LOTRIA yang lain.
"Kemungkinannya cuma dua. Antara Sean atau Simon. Cuma mereka berdua yang tahu aku tidak akan mengumpulkan tugas ini!"
Taras masih mengamati kertas itu. Sedetik kemudian keningnya berkerut. Dan dia tersenyum. "Kita pasti tahu siapa pelakunya!" Taras mengangkat wajahnya.
Sebelum yang lain sempat bertanya, dia menghamparkan kertas itu di tengah-tengah Geng LOTRIA. Kemudian menunjuk sebuah simbol yang terukir di sudut kertas. "Lihat! Pelukisnya meninggalkan kode. Huruf S!"
"Aah! Itu pasti inisial namanya!" seru Ota cepat.
"Tapi itu enggak menolong! Dua-dua tersangka kita kan berinisial S," balas Kiria.
"Tentu menolong, Ria. Lihat! Huruf S di kertas ini aneh sekali bentuknya. Kita tinggal minta mereka menuliskan nama mereka. Dan kita lihat, siapa yang bentuk huruf s-nya seperti ini!" jawab Luna. Mata Kiria langsung berbinar-binar mendengarnya.
***
Di depan teras tempat kursus, Kiria tersenyum-senyum sambil mengamati Simon yang sibuk menulis di dalam buku alamat. Kiria memang telah meminta Sean dan Simon menuliskan nama dan alamat mereka di sana. Oke! Tuan penolong misterius, sebentar lagi kau akan ketahuan! Batin Kiria girang.
"Nih!" Simon menyerahkan buku itu pada Kiria. Kiria menyambutnya penuh semangat. Senyuman lebar sudah tersungging di bibirnya. Tapi, sedetik kemudian, senyumannya itu luntur.
Tidak mungkin! Seru Kiria dalam hati sambil menatap dua nama yang tertera di atas kertas dengan bingung. Sean... lalu Simon.... Semua huruf S yang tertera di situ tampak normal! Sama sekali tak mirip yang tertera di komik misterius itu!
"Kiriaaa!" terdengar seruan dari depan kiria. Kiria mendongak. Geng LOTRIA yang lain berlari-lari menghampirinya. Mereka memang berjanji akan pergi bareng sore ini. Kiria menatap mereka dengan tatapan bingung. Taras langsung mengerti apa yang terjadi. Dia menyambar buku alamat itu dari tangan Kiria. Sedetik kemudian, tampangnya tampak sama bingungnya seperti Kiria.
"Oke, deh! Kalau begitu, kami pulang dulu ya, Kiria," pamit Simon sambil berjalan pergi. Seperti biasa, Sean mengikutinya tanpa berkata apa-apa. Sepertinya, cowok itu memang sangat pendiam.
Luna sempat menatap mereka. Kini giliran kening Luna yang berkerut. Cepat-cepat dia menarik tangan Kiria. Lalu berbisik di telinganya. Mata sipit Kiria membulat seketika.
"Tunggu dulu!" seru Kiria. Langkah Sean dan Simon terhenti. Kiria kemudian tersenyum. "Sean! Makasih ya kamu sudah membuatkan tugasku."
Mata Sean langsung terbelalak. Kaget bukan main. "K-kamu... kamu ngomong apa? Aku enggak ngerti," gumamnya gugup. Terlihat sekali hanya pura-pura.
"Jangan bohong. Aku tahu kamu yang membuatnya. Buktinya, kamu meninggalkan 'tanda' di sudut kertas. Tadinya kupikir itu huruf S. Tapi... sekarang aku tahu. Ternyata itu gambar petir. Persis seperti kalungmu," cerocos Kiria panjang lebar. Sean semakin kaget. Namun tak bisa membantah.
"Sean, kamu baik sekali. Tapi itu enggak benar, lo! Membuatkan gambar yang sangat bagus buat Kiria enggak akan membuat Kiria bisa menggambar dengan lebih baik," sahut Luna.
Sean semakin menunduk. "Aku.. .Aku cuma tak ingin Kiria berhenti kursus menggambar komik...," gumamnya pelan.
"Sayangnya, aku sudah memutuskan untuk berhenti kursus mulai minggu depan, Sean," sahut Kiria lagi.
Sean mendongak. Menatap Kiria dengan kaget dan kecewa. "Aku sadar, aku ternyata tidak berbakat menggambar komik."
"Tapi... Tapi..."
"Rasanya... aku lebih berbakat mengarang cerita komik!" lanjut Kiria lagi. "Aku tahu! Begini saja, kamu kursus-lah terus. Gambarmu bagus sekali! Naaah, aku akan latihan mengarang cerita. Nanti, setelah kita sama-sama hebat, kita membuat komik bersama saja. Kamu yang menggambar, aku yang membuat cerita. Mau?" tanya Kiria ceria.
Sepasang mata Sean langsung berbinar-binar. Dia menganggukkan kepalanya kuat-kuat.
Geng LOTRIA saling sikut. Lalu, sambil melirik, mereka tersenyum penuh arti.
***
(Cerita: Alexandra L.Y / Dok. Majalah Bobo)
Tomat-Tomat yang Sudah Dibeli Bobo dan Coreng Hilang! Simak Keseruannya di KiGaBo Episode 7
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR