Festival Tabuik merupakan tradisi tahunan masyarakat Pariaman, Sumatera Barat. Festival ini sudah berlangsung sejak abad ke-19 masehi. Perayaan tabuik ini merupakan bagian dari peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali pada tanggal 10 muharram. Hussein berserta keluarganya wafat pada saat perang di padang Karbala.
Sejarah Festival Tabuik
Ada legenda menarik di balik festival tabuik ini. Tabuik berasal dari bahasa Arab ‘tabut’ yang berarti peti kayu. Dulu kala ada sebuah makhluk yang menyerupai kuda bersayap berkepala perempuan. Makhluk ini dinamakan Bouraq. Setelah wafatnya Hussein bin Ali, tabut atau peti kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh Bouraq. Karena legenda inilah masyarakat Pariaman membuat tiruan Bouraq yang sedang mengusung tabut (peti) di punggungnya.
Tampilan Tabuik
Tabuik merupakan keranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan, dan bambu yang tingginya mencapai 10 meter dengan berat 500 kg. Bagian bawahnya menyerupai Bouraq seperti yang ada di legenda, yaitu kuda bersayap berkepala perempuan. Bentuk kuda biasanya terbuat dari rotan dan bambu yang dilapisi kain beludru halus. Pada keempat kaki kuda tersebut terdapat gambar kalajengking yang mengarah ke atas.
Festival Rutin di Pariaman
Mulai tahun 1982, festival tabuik menjadi kegiatan rutin pariwisata Kabupaten Padang Pariaman. Pada saat itu dilakukan penyesuaian waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian festival ini. Prosesi ritual awal tabuik dimulai pada tanggal 1 Muharram, saat perayaan tahun baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun berubah-ubah, tidak harus selalu tanggal 10 Muharram.
Rangkaian Festival Tabuik
Rangkaian festival tabuik di Pariaman terdiri dari tujuh tahapan. Yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.
Setiap tahunnya, festival tabuik disaksikan puluhan ribu pengunjung yang datang dari berbagai pelosok Sumatera Barat. Tidak hanya penduduk lokal saja, festival ini pun menarik perhatian turis asing. Apakah kamu juga tertarik untuk melihat festival ini?
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR