Raja Fistulina menjelaskan kesulitannya pada putri semata wayangnya.
Tentu saja Putri Dandelia menjerit. “Tidak, Ayah! Aku tidak mau menjualnya!”
“Anakku, hanya rambut kacamu yang bisa menyelamatkan kita!”
“Tidak! Pokoknya aku tidak mau!”
Aha! Raja Fistulina mendapat ide. Dia berunding dengan permaisurinya. Mereka berdua menyusun rencana.
Malam itu Putri Dandelia tertidur pulas. Dia tidak menyadari ketika seseorang mengendap-endap memasuki kamarnya. Putri Dandelia baru tersadar ketika ada tangan menyentuh bahunya.
“Tidaaak! Jangan sentuh rambut kacaku!”
Rupanya, Raja Fistulina ingin memotong rambut kaca Putri Dandelia ketika tidur. Sayang, rencana itu gagal.
Putri Dandelia mulai khawatir. Diam-diam, dia melarikan diri dari istana. Putri Dandelia berjalan dan terus berjalan. Di sepanjang jalan, orang-orang memberi hormat. Dari rambutnya yang berkilau, orang-orang langsung mengenalinya sebagai Putri Dandelia.
“Rambut Kakak bagus sekali!” Seorang anak kecil berdiri di hadapannya. Putri Dandelia tersenyum.
Tiba-tiba anak itu berlari. Tak lama kemudian, dia kembali membawa teman-temannya. Anak-anak itu mengelilingi Putri Dandelia sambil mengagumi rambutnya. Putri Dandelia tertegun. Mereka begitu kurus. Muka mereka pucat dan baju mereka robek di sana sini. Sepertinya mereka kelaparan.
Seorang anak memberanikan diri menyentuh rambut Putri Dandelia. Tanpa sadar air mata Putri Dandelia menitik. Hatinya tersentuh melihat penderitaan mereka.
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR