“Kasihan...,” gumam Putri Dandelia. “Dengan rambut kacaku, aku bisa melakukan sesuatu untuk mereka!”
Cepat-cepat Putri Dandelia berdiri, lalu berlari, berlari, dan terus berlari.
“Ayah... Ayah... maafkan aku! Kupersembahkan rambut ini kepada rakyat Fistulina.” Putri Dandelia menyerahkan seikat rambut kaca. Dia telah memotong rambut kacanya menjadi sangat pendek, seperti anak laki-laki.
“Oh, Putriku! Engkau memang berhati emas!”
Raja Fistulina segera menjual rambut kaca itu kepada Permaisuri Merulius. Permaisuri Merulius membayarnya dengan sekantung uang emas.
Keesokan harinya, Putri Dandelia berlari-lari mendatangi ayahnya. “Ayah! Ayah! Lihat! Rambutku panjang kembali! Tadi pagi, ketika aku bangun, rambutku sudah panjang seperti dulu!”
“Oh, pasti itu berkat ketulusan hatimu, Dandelia.”
Begitulah, setiap Putri Dandelia memotong rambutnya, pagi harinya rambut kaca itu tumbuh panjang seperti semula. Raja Fistulina menjual rambut-rambut kaca Putri Dandelia pada kerajaan-kerajaan tetangga. Ada yang menggunakannya sebagai rambut palsu dan hiasan mahkota kerajaan.
Raja Fistulina berhasil membangun kerajaannya kembali. Berkat rambut kaca Putri Dandelia, rakyat Fistulina tak miskin lagi. Mereka semakin mencintai Putri Dandelia. Ternyata, tak hanya rambutnya yang berkilau. Hati Putri Dandelia pun bening dan berkilau seperti kaca.
(Cerita: Veronica Widyastuti / Dok. Majalah Bobo)
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR