Di sebuah desa yang makmur, semua penduduknya hidup berkecukupan. Namun, ada seorang pemahat patung yang hidup sangat miskin. Pemahat ini ingin sekali memiliki seekor anak sapi. Namun, karena tak punya cukup uang, ia pun memahat sebatang kayu menjadi patung anak sapi.
Anak sapi buatan si Pemahat ini sangat mirip dengan anak sapi betulan. Kepala dan ekornya pun bisa bergerak-gerak. Sepintas, tak ada yang bisa membedakan anak sapi kayu ini dengan anak sapi betulan. Pemahat ini pun telah menganggap anak sapi kayu itu sebagai hewan kesayangannya.
“Anak sapi ini masih kecil sekarang. Tapi nanti, dia akan menjadi sapi dewasa yang besar dan sehat,” gumamnya sambil mengelus kepala anak sapi kayu itu.
Suatu hari, lewatlah seorang pemuda di depan rumah si Pemahat. Pemuda ini adalah seorang gembala. Hari itu, ia sedang libur dan tidak menggembalakan ternaknya.
“Maukah kau membawa anak sapiku ke padang rumput yang terbaik? Kalau kau mau, aku punya hadiah untukmu,” sapa si Pemahat. Si Gembala yang masih muda ini langsung mengangguk.
“Kalau kau memberiku hadiah, tentu saja aku mau,” ujar si Gembala.
“Anak sapi ini masih sangat muda dan belum bisa berjalan. Jadi kamu harus menggendongnya. Ambillah tongkat gembala hasil pahatanku ini sebagai hadiah untukmu,” ujar si Pemahat lagi. Ia memberikan pada si Gembala sebatang tongkat gembala dari kayu yang diukir indah.
Gembala itu sangat gembira menerima hadiah itu. Ia segera menggendong anak sapi kayu itu dan membawanya ke padang rumput. Akan tetapi, setiba di padang rumput, si Gembala agak malas menjaga anak sapi kayu itu.
“Anak sapi ini bertubuh kecil, tetapi berat, Pasti dia suka makan banyak. Aku biarkan saja dia sendirian berkeliling padang rumput. Kalau sudah puas makan, baru aku jemput,” pikirnya.
Gembala lalu meninggalkan anak sapi itu begitu saja di padang rumput. Ia pun tidur-tiduran di bawah pohon.
Ketika sore tiba, si Gembala terbangun. Dia berteriak-teriak memanggil anak sapi itu. Namun, anak sapi itu tidak juga muncul. Si Gembala malas untuk mencari si anak sapi.
“Buat apa aku bersusah payah mencarinya. Kalau anak sapi itu bisa makan sendiri, pasti dia bisa pulang sendiri juga,” gumamnya.
Ketika pulang melewati rumah si Pemahat, si Pemahat sangat terkejut karena si Gembala tidak membawa anak sapi kayunya. Ia sangat marah. Si Gembala terpaksa menemani si Pemahat ke padang rumput. Di sana, mereka mencari anak sapi itu namun tidak menemukannya.
“Ini salahmu kalau dia hilang,” kata si Pemahat itu. “Kamu tidak menjaga dia baik-baik. Padahal, aku sudah memberimu upah tongkat gembala yang terindah di desa ini!”
Si Gembala tak mau disalahkan. Menurutnya, anak sapi itu yang salah, sebab pergi terlalu jauh dari padang rumput. Akhirnya, mereka berdua menghadap Pak Hakim.
Setelah mendengar cerita mereka berdua, Pak Hakim yang bijak itu memutuskan bahwa si Gembala yang bersalah. Jadi, ia harus mengganti sapi si Pemahat. Dengan terpaksa, si Gembala akhirnya memberikan seekor sapi sebagai ganti anak sapi kayu yang hilang. Angan-angan si Pemahat pun terkabul. Anak sapinya berubah menjadi sapi betulan…
(Dok. Majalah Bobo / Fabel)
Ilustrasi: Adit
Hati-Hati Kandungan Gula di Minuman Manis, Bagaimana Memilih Minuman yang Tepat?
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR