la pun menarik benang ajaibnya. Waktu berlalu. Anaknya kini tumbuh menjadi seorang pemuda gagah.Sementara itu, Peter juga berubah menjadi tua. Rambutnya mulai memutih dan tubuhnya bongkok. Peter tak kuat lagi bekerja. Sehari-hari, ia hanya duduk di beranda sambil mencemaskan dirinya.
“Oh, hidupku tak akan lama lagi. Sebentar lagi, aku pasti mati,” ujar Peter sambil menimang bola peraknya yang semakin ringan.
Peter tak ingin lagi berpikir ke depan. la takut menghadapi kematiannya. la lalu menengok masa lalunya. Malangnya, ia tak punya kenangan manis. Sebab, perjalanan hidupnya amat singkat. Ia hanya bisa menyesali nasibnya.
Tiba-tiba, Peter teringat pada hutan kayu di masa kecilnya. la lalu pergi ke sana dengan tertatih-tatih. Peter ingat, di situ dulu ia bersua dengan Nenek yang memberinya bola perak.
“Ah, andai aku bisa berjumpa lagi dengannya,” desah Peter. Tiba-tiba, Nenek aneh itu muncul di hadapannya.
“Hai, Peter! Kau kini tampak tua dan murung. Apakah kau tidak bahagia dengan hadiahku?” tanya Nenek.
Peter menggeleng dengan sedih.
“Karena hadiahmu, aku telah menyia-nyiakan hidupku. Aku hanya menjadi orang tua yang tak berarti,” tutur Peter.
“Hmm... Hidup ini memang penuh dengan persoalan, Peter. Jangan mencoba menghindarinya, tetapi hadapilah. Kalau hal itu kau jalani,niscaya kau akan punya kenangan manis,” nasihat Nenek.
Lalu, Nenek itu berkata lirih, “Aku pun menyesal karena bola perakku ternyata tak membahagiakan dirimu, Peter. Nah, sebagai gantinya kau boleh meminta satu permintaan lagi!”
Peter terlonjak senang mendengarnya. Ia ingin kembali menjadi Peter yang masih anak-anak.Kali ini dia bertekad akan menjalani hidupnya sebaik mungkin.
Sang Nenek tersenyum mendengarnya. Ia mengabulkan permintaan Peter lalu menghilang.
Tiba-tiba Peter tersentak seperti baru terbangun dari mimpi buruk. Tiba-tiba saja, ia mendapati dirinya sedang berbaring di atas tempat tidurnya. Ibunya sedang duduk dengan cemas di sisinya.
“Oh, syukurlah kau telah sadar, Nak. Badanmu tadi demam dan kau terus mengigau tentang bola perak dan benang ajaib,” ucap ibu Peter lega.
“Apakah aku tidak berubah menjadi tua, Ibu?” tanya Peter. Ibunya menggeleng.
“Apakah Lisa tidak menjadi tua juga?” tanya Peter lagi. “Tentu saja tidak. la sedang menunggumu di dapur, ” sahut ibunya sambil tersenyum.
Oh, betapa lega hati Peter. Ternyata, ia cuma bermimpi buruk! Namun, ia tak melupakan janjinya. Kali ini, ia akan menjadi anak yang baik! Peter berlari ke dapur. Di sana, Lisa sahabatnya, menyambutnya dengan mata berbinar.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Anita.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR